Nama
Abu Ishaq Ibrohim bin Ali bin Yusuf Al Fairuzzabadi Asy-Syairozi
Nama Laqob
Jamaluddin dan Asy-Syeikh
Kelahiran
Imam As Syairoziy lahir pada tahun 393 H/ 1003 M di sebuah desa kecil di Iran, tepatnya di Fairuzzabad Kota Jur sekitar 115 Km kearah selatan Syiroz, dari nama kota inilah nisbat As Syairoziy berasal. Sejak kecil beliau telah bergelut dengan dunia keilmuan, Guru pertamanya adalah Syeikh Abu Abdillah bin Umar As Syairozi sebagaimana yang telah disebutkan beliau dalam kitab Thobaqohnya.
Rihlah Ilmiah
Pada usia 17 tahun (470 H) beliau memulai rihlah ilmiahnya, di awali dengan rihlah ke Syiroz untuk memperdalam ilmu fiqih kemudian berlanjut ke Bashrah. Dari Bashrah melanjutkan rihlah ke Baghdad (415 H) untuk belajar ilmu Ushul Fiqh dan Hadits, di kota Bagdad ini pula beliau lama bermukim sehingga sempat mengajar di sebuah masjid dan di bangunkan sebuah Universitas “Nidzomiyyah” dengan beliau sebagai Rektornya oleh seorang menteri Dinasti Abbasiyah di kota Bagdad. Universitas ini selesai di bangun pada tahun 459 H.
Atas permintaan Amirul Mukminin Al Muqtadee Bi Amrillah beliau lalu pergi ke Naisabur untuk menemui seorang pejabat. Ceritanya, Abu Al Fatah bin Abi Laits, pejabat yang dimaksud telah menciptakan situasi yang tidak komdusif, lantas Amirul Mukminin memanggil As Syairozi untuk diajak mendiskusikan masalah tersebut, akhirnya beliau menemui Abu Al Fatah bin Abi Laits menyelesaikan masalah itu. Dan beliau juga mengembangkan misi lain, yaitu merayu Sultan Maliksyah agar bersedia menikahkan putrinya dengan Amirul Mukminin.
Di kota Naisabur ini beliau disambut oleh seluruh penduduk, laki-laki, perempuan, tua, muda, semua ingin ber-tabaruk kepada beliau, sampai-sampai bekas pijakan beliau ditanah, diambil oleh orang-orang untuk dijadikan obat. Yang lebih menajubkan, penyambutan ini dipimpin langsung oleh Imam Haramain yang notabennya adalah guru besar Universitas Nidzomiyah cabang Naisabur, perlu diingat Imam Haromain adalah guru Hujatul Islam Al Ghozali. Pada pertemuan ini kedua maestro sempat berdebat tentang masalah khilafiyah, perdebatan ini dimenangkan oleh As Syirozi karena didukung oleh argument yang kuat dan bahwa As Syairozi telah hafal benar masalah-masalah khilafiyah seperti halnya kita hafal Al Fatihah. Di akhir perdebatan, Imam Haromain mengadakan jumpa pers dan mengatakan “ Engkau- wahai Imam As Syirozi- tidak mengalahkanku kecuali sebab kesalehanmu” mendengar komentar itu Imam As Syairozi menimpali “ aku telah pergi ke Khurasan, dan setiap daerah yang kulalui, para Mufti, Qodli dan Khotibnya semuanya adalah muridku”.
Setelah segala urusan selesai, beliau kembali ke Baghdad mengajar di Universitas Nidzomiyah sampai beliau wafat pada hari Ahad, tanggal 21 Jumadal Akhir 476 H. Beliau disholati di gerbang Firdaus Istana Kholifah langsung oleh Amirul Mukminin Al Muqtadee Bi Amrillah. Sepeniggalan beliau Universitas Nidzomiyah dipegang oleh Ibnu Shobaqh setelah dipimpin As Syairozi selama 17 tahun.
Ulama-ulama mutaakhir sependapat, bahwa Imam As Syairozi adalah seorang zahid, menjauhi dunia menuju akhirat, beliau hanya memakai imamah kecil, baju dari kain katun yang kasar, bahkan kefakiran beliau sampai pada batas dimana beliau kesulitan mendapatkan makanan dan minuman. Sebab ini pula beliau tidak pernah menunaikan ibadah haji.
Guru-guru
Abu ‘Abdillah bin Umar As Syairozi dari Syiroz (bidang fiqih)
Ali Abi Abdillah Al Baidlowi wafat 424 H (bidang fiqih)
Abi Ahmad Abdul Wahab bin Muhammad bin Roomin Al Baghdadi wafat 430 H
Al Qhodli Abil Faraj Al Faamy As Syairozi (Imam Madzhab Dawud Adz Dzohiri)
Ali Khotibussyiroz
Al Qhodli Abi Abdillah Al Jalabi (Fiqih, Munadhoroh Jadal, Lughot)
Al Faqih Al Khursiy wafat 415 H (Fiqih)
Syaikh Abi Hatim Mahmud bin Al Hasan At Thobari “Al Kuzwaini” wafat 440 H (Ushul)
Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Gholib Al Khawarizmi “ Al Barqoni” wafat 425 H (Hadits)
Abi Ali bin Syadzan
Abul faraj al khorjusiy
Al Qodli Al Imam Abu Thoyib Thohir bin Abdillah bin Thohir At Thobari wafat 450 H.
Murid-murid
Fakhrul Islam Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Husain bin Umar Asy Syasyi wafat 507 H
Abu ‘Ali Al-Hasan bin Ibrohim bin Aly bin Barhun Al-Faroqi wafat 528 H
Abu Hasan Muhammad bin Hasan bin Aly bin Umar Al-Wasithy wafat 498 H
Abu Sa’d Isma’il bin Ahmad bin Abu Abdul An Naisabury wafat 532 H
Abu Fadlol Muhammad bin Qinan bin Hamid Al-Ambary wafat 503 H
Dan masih banyak lagi yang lainnya. Semuanya menjadi pembesar dalam keilmuan.
Mu’allafat
Al-Muhazzab – Menjelaskan madzhab Imam Safi’i
Kitab At-Tanbih – mejelaskan tentang Fiqih
Kitab An-Nukat – menjelaskan tentang perbedaan pendapat As-Syafi’I dan Abu Hanifah
Al-Luma’ – menjelaskan tentang Usul Fiqih
At-Tabshiroh – menjelaskan tentang Usul Fiqih
Kitab Thobaqotul Fuqoha’ – menjelaskan tentang biografi ulama’
Kitab Syarh Lumma’ – penjelasan kitab Al-Luma’
Kitab At-Talkhis – tentang Usul Fiqih
Kitab Ma’munah Fi Al-Jadal
Kitab Nushi Ahli Ilmi
Kitab ‘Aqidatussalaf
Kitab Mukhlis – menjelaskan tentang Hadist
Kitab Talkhish ‘Illalil Fiqih
Kitab Al-Isyaroh Ila Madzhabi Ahlil Haq
Kitabul Qiyas
Tentang Kitab Al-Muhadzzab
Gambaran Umum
Dalam khazanah fiqih Syafi’I kitab Al-Muhadzzab merupakan salah satu diantara sekian banyak kitab-kitab Safi’iyyah yang menjadi induk setelah kitab yang ditulis oleh para perawi Imam Syafi’i ( Imam Rabi’, Imam Muzzani, Imam Buwaithi dan Imam Harmalah).
Kitab ini menyampaikan qaul-qaul imam Syafi’i yang diriwayatkan keempat imam murid beliau, sehingga dapat dijumpai beberapa versi qaul Syafi’i yang berbeda sesuai dengan riwayat yang disampaikan oleh keempat imam, misalnya dalam Bab Thoharoh tentang barang suci yang bisa merusak kemutlakan air dan yang tidak, Imam Buwaithi mengatakan bahwa air tersebut tidak dapat digunakan untuk berwudlu, seperti air yang tercampur minyak za’faron, sementara Imam Muzani memperbolehkan wudlu dengan air itu, karena perubahan air itu sebab berdampingan saja (tidak bercampur) beliau meng-ilhaq-kannya dengan air yang berubah sebab berdekatan dengan bangkai.
Dalam bagian lain, juga akan dijumpai periwayatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah madzhab dan ushul, dalam kasus ini biasanya oleh mushonnif dijelaskan bahwa qoul ini adalah khotho’, gholath, naql sayyi’. Laisa bi syai’, atau syadz wa dloif. Perbedaan-perbadaan semacam ini bukanlah hal yang mengherankan, sebagaimana para shahabat berbeda pula dalam menyampaikan dari Rosulullah SAW.
Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan kitab ini seperti kitab – kitab fiqh pada umumnya, ringkasnya sebagai berikut:
Ubudiyah : Thoharaoh, Sholat, Jenazah, Zakat, Puasa, I’tikaf, Haji.
Muamalat : Buyu’, Gadai, Shuluh, Hiwalah, Dolman, Syirkah, Wakalah, Wadli’ah, ‘Ariyah, Ghoshob, Syuf’ah, Qirodl, Musaqoh, Ijaroh, Perlombaan, Ihyaul Mawat, Luqhathah, Laqith, Wakaf, Hibah, Wasiat, Perbudakan, Mukatab, Ummul Walad, Faroidl, Nikah, Mahar, Khulu’, Tholaq, Ila’, Dzihar, Li’an, Sumpah, Iddah, Penyusuan, Nafkah.
Jinayat : Diyat, Pemberontak, Peperangan, Hudud, Qodlo’, Persaksian, Iqrar.
Ciri Khos
Beberapa karakteristik kitab ini antara lain:
Perkataan mushonnif (قال في الحرملة / قال في البويطي) maksudnya Imam Buwaithi meriwayatkan qoulnya Imam Syafii dalam Kitab Buwaithi.
Assyairozi selalu menggabungkan dalil naqli bersama dalil aqli, gaya ini sebagai ciri khas madzhab Syafii yang terkenal dengan Madzhab yang menggabungkan metode ahlurro’yi dan ahlul hadits.
Kelebihan
Menyebutkan dalil naqli dan aqli sekaligus.
Setiap selesai menulis satu fasal As Syairozi selalu menunaikan sholat sunnah mutlaq
Setiap permasalahan yang perlu ilhaq dalam kitab ini, oleh As Syairozi di ilhaq-kan sampai seribu kali untuk mendapatkan hasil yang benar-benar benar.