Muhammad Hasan ‘Abata
Ia adalah seorang sufi yang jadzab. Muhammad Hasan ‘Abata adalah seorang mursyid tarekat Rifaiyyah di Mesir. Riwayat menyebutkan beliau termasuk sayyid. Kelak, putranya, Syekh Hasyim, memisahkan diri dari tarekat ayahnya, dan mendirikan tarekat sufi sendiri yang disebut tarekat Qushayriyya Hashimiyyah, pada 1940-an. Namun pada 1950-an tarekat ini dilebur kembali ke dalam tarekat Rifaiyyah sebagai cabang semi-otonom, yang disebut Bayt ‘Abata.
Gelar ‘Abata, yang berarti “ketololan” adalah julukan yang dinisbahkan kepada Syekh Muhammad Hassan karena kelakuannya yang terkesan tolol saat mengalami jazb. Selama periode jazab-nya, Syekh Muhammad Hasan berambut gondrong, kadang digelung, dan terkadang bahkan mengenakan baju perempuan. Syekh Muhammad Hasan meninggal pada tahun 1941 dan dimakamkan di pemakaman sederhana di dekat masjid Sayyidah Aisyah di kawasan Kairo, Mesir. Beliau dimakamkan bersama istrinya, Zaynab, dan gurunya, Syekh Rihani.
semasa hidupnya, Syekh Hasan sering mengadakan pertemuan zikir. Setelah ia meninggal, pengikutnya mengadakan pertemuan zikir dan shalawatan di makamnya setiap hari Rabu. Pada 1970-an jamaah yang menghadiri pertemuan itu makin banyak. Sebagian dari mereka membentuk kelompok tersendiri yang dikenal sebagai kelompok “dabbus.” Mereka menggunakan alat yang disebut “dabbus” yakni rantai bola besi kecil yang ada pisau-pisaunya di ujung rantai, yang diayun-ayunkan ke tubuh selama melakukan zikir. Ritual ini dimaksudkan untuk menunjukkan keberkahan dari Syekh Hasan, sebab mereka yang disabet dengan rantai besi ini tidak mengalami luka. Namun, karena dikhawatirkan terjadi penyimpangan ke arah klenik, maka praktik kemudian di dilarang oleh otoritas tarekat Rifaiyyah.
Setelah putra Syekh Hasan, yakni Syekh Hasyim ibn Muhammad Hassan meninggal pada 1985, jamaah yang melakukan ritual setiap rabu semakin berkurang. Putra dari Syekh Hasyim tak mau diangkat menjadi mursyid pengganti. Akibatnya, pengikut dari Syekh Hasan menjadi tersebar dan terpecah. Sebagian pengikut yang masih setia menghadiri zikir rabu adalah dari golongan miskin. Meski demikian, haul Syekh Hasan ‘Abata masih digelar setiap tahun dan dihadiri banyak orang.