KH. Masbuhin Faqih di lahirkan di desa Suci kec. Manyar Kab. Gresik pada tanggal 31 Desember 1947 Masehi atau 18 Shafar 1367 Hijriyah. Beliau lahir dari pasangan kekasih Al-Maghfurlah KH. Abdullah Faqih dan HJ. Tswaibah. Dari pasangan kekasih tersebut lahir 5 orang anak, 3 orang putra dan 2 orang putri, KH. Masbuhin Faqih merupakan anak pertama (yang paling tua). Beliau memiliki silsilah yang mulya dan agung, yakni sampai ke Sunan Giri. Kalau diruntut, maka beliau adalah keturunan ke-12 dari kanjeng Sunan Giri Syeih Maulana Ishaq. Dengan runtutan seagai berikut:
1. Syeih Ainul Yaqin (Sunan Giri) 10. KH. Muhammad Thoyyib
2. Sunan Dalem 11. KH. Abdullah Faqih
3. Sunan Prapen 12. KH. Masbuhin Faqih
4. Kawis Goa
5. Pangeran Giri
6. Gusti Mukmin
7. Amirus Sholih
8. Abdul Hamid
9. Embah Taqrib
Dengan silsilah yang begitu agung tersbut, tak bisa dipungkiri di dalam diri beliau terdapat ruh dan jiwa seorang ulama yang tangguh dan berjuang tanpa batas waktu seperti embah buyutnya dahulu. Hal ini sesuai dengan Qiyasan santri: “Bapaknya Singa maka ank-anaknya pun singa”.
Pendidikan beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI samapi Mts. Setelah Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke Gontor, Pondok pesantren Darussalam Ponorogo, Jawa Timur, disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan Inggris. Setelah lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau nyantri di PP. Langitan Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi dan KH. Abdullah Faqih. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu nyantri di sana. Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri, melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu juga sempat menjadi khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam menasehati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni “nek mondok ojo belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok iku”. Dengan penuh keihlasan dan kesabaran, beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah.
Ditengah-tengah menimba ilmu di Langitan, teatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, KH. Abdullah Faqih langitan menyuruh kyai MAsbuhin untuk berjuang di tengah masayrakat Suci bersama-sama dengan abahnya. KH. Faqih langitan sudah yakin bahwasannya santrinya ini sudah cukup ilmuya untuk berda’wah dan mengajar di masyarakat. Wak demi waktu berlalu, proses berda’wah terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih disuruh untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar proses berda’wah tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang mana dengan filosofi berada di desa Suci.
KH. Masbuhin pada waktu itu masih pulang pergi dari langitan ke -Suci. Beliau masih beranggapan bahwa menimba ilmu di langitan belum sempurna kalau tidak dengan wakt yang lama. Inilah salah satu kelebihan beliau, yakni haus akan ilmu pengetahuan agama Islam. Tepat pada tahun 1980 M, beliau sudah mendapat restu untuk meninggalkan pondok pesantren Langi. Dengan itulah beliau sekarang harus berkonsentrasi dalam msngurus PP. At-Thohiriyyah bersama dengan abahnya. Tepat pada tahun ini juga PP. At-Thohiriyyah dirubah menjadi PP. Mamba’us Sholihin, keadaan ini sesuai dengan usulan KH. Usman Al-Ishaqi. Karena nama suatu pondok dirasa mempunyai arti dan harapan yang penting.
Perjungan KH. Masbuhin dalam memajukan pondoknya tidak kenal lelah. Setahap demi setahap pembangunan pondok dilakukan, mulai dari komplek sampai sekolahannya. Dengan relkasi yang cukup banyak, beliau mampu membuat MBS (singkatan dari Mamba’us Sholihin) lebih maju baik itu gedungnya maupun kualitas sumber daya manusia di dalamnya.
Tepat pada tahun 1997 M, suasana duka menyelimuti pondokj pesantren dan masayrakat desa Suci. Abah beliau meninggal dunia pada umur 77 tahun. sosok suri tauladan dan landasan perjuanagn beliau sudah tidak ada. Dengan keadaan itulah beliau harus membawa MBS menggantikan abahnya.
Dengan kegigihan dan perjuangan keras dalam berda’wah menyebarkan agama ISlam, KH. Masbuhin menjadi ulama’ yang terkenal, tidak di Indonesia saja tapi samapi ke luar negeri khususnya di negeri Hadaramaut Yaman. Beliau sangat mencintai dan mengagungkan para dzuriyyah rasulullah SAW. HAl inilah yang menjadikan beliau terkenal di negara tersebut. Dengan sifat tersebut pula, apabila ada habaib dari yaman yang datang ke Indonesia maka beliau meminta agar bisa menyempatkan mampir ke pondok MAmba’us Sholihin walaupun sebentar.
Selain berda’wah menegakkan agama ISlam beliau juga berkecimpung dalam dunia politik. Tepat sebelum pemilu raya 2009, para ulama’ Indonesia bersatu untuk membuat partai, hal ini dilakukan demi pertsatuan dan perkembangan bangsa Indonesia yang agamis dan syar’i, maka lahirlah PKNU (PArtai Kebangkitan NAsional ULama’).
Dalam partai inilah beliau ikut andil dalam percaturan politik. Hal ini tidak lain karena peran ulama’ begitu besar di mata masyarakat. Dalam mengikuti arus politik beliau sering jadi panutan dan sumber nasehat oleh para pejabat baik itu tingkat daerah maupun nasional.
Dalam mengarungi bahtera kehidupan, beliau didampingi seorang isteri yang ta’at dan setia sehidup semati, nama beliau Nyai Hj. Mas’aini. Kehidupan syaih dan isterinya mempnyai sejarah yang luar biasa, dua pasangan kekasih ini walaupun sudah menikah dan mempunyai anak mereka tetap saja nyantri di pondok Langitan. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai oleh Allah SWT 12 anak, 9 putra dan 3 putri.
Semoga Allah memberikan rahmat dan keselamatan terhadap mereka semua dalam kehidupan dunia dan akhirat. Amin….
Profil Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin
I. Letak Geografis PPMS
Mambaus Sholihin adalah sebuah institusi yang terletak di kawasan pegunungan Suci, bersuhu udara cukup hangat, ± 25 °C. Kawasan ini berada kurang lebih 3 Km dari terminal Bunder (jalur utama Surabaya-Jakarta). Dan 2 Km dari Pertigaan Desa Tenger Sukomulyo yang terletak di jalur pantura ini termasuk kawasan yang cukup makmur ekonominya. Dengan sumber daya alamnya serta pasokan air yang melimpah ruah, (konon merupakan sumber mata air yang muncul pada saat Kanjeng Sunan Giri hendak berwudhu), merupakan aset yang sangat berharga bagi masyarakat sekitar dan juga bagi Pesantren.
Mambaus Sholihin berdiri di areal perkebunan cukup luas, yang dipisahkan oleh ruas jalan utama Bunder-Tenger menjadi dua bagian, untuk kompleks Putra di sebelah barat jalan, dan untuk kompleks Putri di sebelah timur jalan, pemisahan ini menjadikan situsasi yang kondusif dan memudahkan pengaturan antara santri Putra dan Putri.
Mengingat letaknya yang strategis (tepat disebelah jalan utama) dan mudah dijangkau dari berbagai penjuru, menjadikan Mamba'us Sholihin adalah sebuah institusi yang tergolong cepat perkembangannya .
II. Sejarah Pendirian PPMS
Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin dirintis oleh ayahanda KH. Masbuhin Faqih, yaitu Al Maghfurlah Al Mukarrom KH. Abdullah Faqih Suci sekitar tahun 1969 yang pada mulanya berupa surau kecil untuk mengaji AI-Qur’an dan Kitab Kuning di lingkungan desa Suci dan sekitarnya.
Pada tahun 1976 Al Mukarram KH. Masbuhin Faqih (putra pertama KH. Abdullah Faqih Suci) yang baru mendapatkan restu dari Al Mukkarrom KH. Abdullah Faqih Langitan untuk berjuang di tengah masyarakat, namun beliau masih mempertimbangkan kembali untuk mendirikan sebuah Pesantren, meskipun pada saat itu semangat beliau untuk mendirikan Pesantren sangat besar. Hal ini didasari oleh perasaan khawatir beliau akan timbulnya nafsu حب التلاميذ, karena mendirikan pondok harus benar-benar didasari oleh ketulusan hati untuk Nasrul Ilmi (untuk menegakkan Agama Allah), bukan atas dorongan nafsu, apalagi punya keinginan mendapatkan santri yang banyak.
Berkat dorongan dari guru-guru beliau yaitu KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Abdul Hamid Pasuruan, KH. Usman Al-Ishaqi, serta keinginan luhur beliau untuk Nasrul Ilmi, maka didirikanlah sebuah pesantren yang kelak bernama Mamba'us Sholihin. Adapun dana pertama kali yang digunakan untuk membangun pondok adalah pemberian guru beliau, KH. Abdullah Faqih Langitan. Pada saat pendirian Pesantren, KH. Masbuhin Faqih masih menimba serta mendalami ilmu di Pondok Pesantren Langitan.
Sebelum Pesantren Mamba'us Sholihin didirikan, Al Mukarrom KH. Abdullah Faqih Langitan sempat mengunjungi lokasi yang akan digunakan untuk membangun Pesantren. Setelah beliau mengelilingi tanah tersebut, beliau berkata kepada KH. Masbuhin Faqih, “Yo wis tanah iki pancen cocok kanggo pondok, mulo ndang cepet bangunen”.("Ya sudah, tanah ini memang cocok untuk dibangun pondok pesantren, maka dari itu cepat bangunlah"). Tidak lama kemudian beberapa Masyayikh dan Habaib juga berkunjung ke lokasi tersebut,. Diantara Habaib dan Masyayikh yang hadir yaitu KH. Abdul Hamid (Pasuruan), KH. Usman Al-Ishaqi (Surabaya), KH. Dimyati Rois (Kaliwungu), Habib Al Idrus dan Habib Macan dari Pasuruan.
Pada tahun 1402 H atau tepatnya pada tahun 1983 M, barulah dilakukan pembangunan Musholla Pondok Pesantren Mambaus Sholihin (sekarang merupakan Pondok Barat). Saat itu KH. Masbuhin Faqih sedang menunaikan lbadah haji yang pertama. Adapun yang menjadi modal awal pembangunan ini berasal dari materi yang dititipkan kepada adik kandung beliau (KH. Asfihani Faqih) yang nyantri di Pondok Pesantren Romo KH. Abdul Hamid Pasuruan.
Pada saat itu KH. Asfihani Faqih turun dari tangga sehabis mengajar, tiba tiba ada seseorang yang tidak dikenal memberikan sekantong uang, kemudian beliau pergi dan menghilang. Pada pagi harinya KH. Asfihani di panggil oleh KH. Abdul Hamid Pasuruan, beliau berkata “Asfihani saya ini pernah berjanji untuk rnenyumbang pembangunan rumah santri (jama’ah) tapi hari ini saya tidak punya uang, Yai silihono dhuwit opo'o nak !”. kemudian KH. Asfihani menjawab "saya tadi malam habis mengajar di beri orang sekantong uang, dan saya tidak kenal orang tersebut”. KH. Abdul Hamid berkata “ Endi saiki dhuwite ndang ayo di itung”. Lalu KH. Asfihani mengambil uang tersebut dan dihitung sebanyak Rp. 750.000,-. Yang pada akhirnya KH. Abdul Hamid Pasuruan memberi isyarat, bahwa yang memberikan uang tersebut adalah Nabiyullah Khaidir AS (Abul Abbas Balya bin Malkan), kemudian KH. Abdul Hamid Pasuruan berkata pada KH. Asfihani “Nak, saiki muliyo. Dhuwit iki ke’no abahmu kongkon bangun Musholla”.
Suatu kisah yang tak kalah menarik, adalah saat Pondok induk dalam taraf penyelesaian pembangunan, Hadrotus Syaikh KH Abdul Hamid Pasuruan datang dan memberi sebuah lampu Neon 40 Watt 220 Volt untuk penerangan Pondok Pesantren Mamba’us Sholihin. Padahal saat itu listrik belum masuk desa Suci. Mengingat yang memberi termasuk kekasih Allah, maka Pengasuh Pesantren yakin bahwasannya ini merupakan sebuah isyarat akan hadirnya sesuatu. Dan ternyata tidak berselang lama, tepatnya pada tahun 1976, masuklah aliran listrik ke desa Suci, dan rupanya Neon ini merupakan isyarah akan tujuan pondok pesantren Mambaus Sholihin.
Pada pembangunan Tahap selanjutnya, KH. Agus Ali Masyhuri (Tulangan Sidoarjo) membeli sepetak tanah yang baru diberinya dari salah seorang anggota Darul Hadits, yang kemudian tanah yang terletak disebelah Masjid Jami' Suci "Roudhotus Salam" itu menjadi bakal dari Pesantren Putra Mamba'us Sholihin.
III. Asal Mula Nama Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin
Asal mula pondok ini diberi nama “At-Thohiriyah”. Mungkin oleh Pendiri dan Pengasuh di sesuaikan dengan nama desa tempat Pondok Pesantren ini didirikan, yaitu desa Suci. Sedang nama Madrasah saat itu adalah Roudhotut Tholibin. Ini disesuaikan dengan nama masjid Desa Suci "Roudhotus Salam”.
Karena nama mempunyai makna yang penting, maka untuk memberi nama perlu perhatian dan pemikiran yang khusus, serta pemikiran nurani yang jernih dan membutuhkan petuah dari sesepuh yang benar-benar makrifat pada Allah.
Suatu saat K.H Abdullah Faqih sowan pada guru Mursyid beliau untuk memohonkan nama yang cocok untuk Pesantren yang telah berdiri, oleh Al Alim Al Allaamah Al-‘Arif Billah Hadrotus Syaikh K.H Ustman Al-Ishaqi diberi nama “Mamba'us Sholihin“ (yang bermakna sumber orang-orang Sholeh)." Nama ini dimudlofkan pada isim fa’il, Insya Allah kelak santri yang mondok di Pesantren ini akan menjadi anak yang sholeh meski kurang pandai", begitulah fatwa beliau.(posted from www.mamba'ussholihin.com)
Kamis, 14 Juni 2012
Nadhom Tauhid Aqidatul Awam
oleh : Gus Muhammad Taqiyyuddin Alawy
Kitab Nazhom Aqidatul awam karangan Syech Ahmad Marzuki bermula dari mimpi Syech Ahmad Marzuki pada malam jumat pertama di bulan Rajab tahun 1258 yang bertemu dengan Rasulullah SAW dan para sahabatnya, dalam mimpi tersebut Rosululloh saw berkata kepada Syech Ahmad al marzuki “Tulislah Nadzhom Tauhid “ Barang siapa yang menghafalnya dia akan masuk kedalam surga dan mendapatkan segala macam kebaikan yang sesuai dengan Al quran dan Sunnah .” Syech Ahmad marzuki pun bingung dan bertanya kepada Rasulullah SAW ” Nadzhom apa ya Rasulullah..??. Para sahabat menjawab ” Dengarkan saja apa yang akan Rosululloh saw ucapkan ” . Nabi Muhammad saw berkata ” Ucapkan..
أبـْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ والـرَّحْـمَنِ
Maka Syech Ahmad Marzukipun mengucapkan
أبـْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ والـرَّحْـمَنِ
Sampai dengan akhir Nadzhom yaitu
وَصُحُـفُ الـخَـلِيلِ وَالكَلِيمْ
فِيهَـا كَلامُ الْـحَـكَمِ الْعَلِيمْ
Nabi Muhammad saw pada saat itu mendengarkan bacaan Syech Ahmad almarzuki, maka saat itupula Syech Ahmad al marzuki terbangun dari tidurnya dan Beliau baca apa apa yang terjadi dalam mimpinya, dan ternyata Nadzhom tersebut telah terekam rapih dari awal sampai akhir nadzhom.
Nadzhom tauhid yang telah diberikan Rosululloh kepada Syech Ahmad marzuki , beliau tuangkan dalam sebuah kitab yang diberi nama “Aqidatul Awam” ( Aqidah untuk orang awam ) . Selang beberapa waktu lamanya Syech Ahmad Al marzuki bermimpi kembali bertemu dengan Rosululloh saw , dan Rosululloh saw berkata ” Bacalah apa yang telah kau kumpulkan di hatimu ( pikiranmu)”, lalu Syech Ahmad Marzuki berdiri membacanya dari awal sampai akhir Nadzhom dan para Sahabat rosululloh di samping nabi muhammad saw mengucapkan “Amiin” pada setiap bait bait nadzhom ini dibacakan . Setelah selesai Syech Ahmad Marzuki menyelesaikan bacaanya, nabi Muhammad saw bekata kepadanya dan mendokannnya:” Semoga Alloh memberimu Taufiq kepada hal-hal yang menjadi Ridho-Nya dan menerimanya itu darimu dan memberkahi kamu dan segenap orang mukmin dan menjadikannya berguna kepada Hamba hamba Alloh swt amiinn”.
Kitab Nadzhom Aqidatul awam semula hanya berisi 26 bait , namun karena rasa cinta dan rindunya Syech Ahmad marzuki kepada nabi Muhammad saw maka beliau menambahkan hingga mencapai 57 Bait Nadzhom…
Saudaraku .. sedikit saya gambarkan , Nama lengkap beliau Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid Ramadhan Mansyur bin Sayid Muhammad al-Marzuqi Al-Hasani, dilahirkan sekitar tahun 1205 H di mesir , Beliau sepanjang waktu bertugas mengajar Masjid Mekkah karena kepandaian dan kecerdasannya Syech Ahmad Marzuki diangkat menjadi Mufti Mazhab Almaliki di Mekkah menggantikan Sayyid Muhammad yang wafat sekitar tahun 1261, Syech Ahmad marzuki juga terkenal sebagai seorang Pujangga dan dijuluki dengan panggilan Abu Alfauzi.
Kitab Nadzhom Aqidatul awam berisi pokok-pokok keyakinan ajaran Islam yang dijadikan sebagai pijakan bagi kaum muslimin . Di dalamnya menjelaskan tentang ilmu tauhid dan dasar-dasarnya. Ilmu tauhid ini menjelaskan tentang keesaan Allah dan pembuktiannya. Dalam kitab tersebut menjelaskan sifat-sifat Allah, atau yang disebut aqoid lima puluh.
Aqoid lima puluh itu terdiri dari, 20 sifat yang wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat mustahil bagi rasul dan 1 sifat jaiz bagi rasul. Semua merupakan isi dari ajaran yang terangkum dalam kitab Aqidatul Awam.
Kewajiban mengetahui 50 keyakinan tersebut diperuntukkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan yang telah mukallaf. Kewajiban mengetahui 50 kayakinan tersebut tak hanya untuk diketahui tapi juga dimengerti, sehingga umat Islam bisa mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat, yang hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar.
Kitab Nadzhom Aqidatul awam banyak diajarkan di pesantren dan Majlis ta’lim dan merupakan dasar dasar ketauhidan yang harus dipahami oleh setiap muslim. Bahkan Syech Nawawi Assyafi”i memandang penting untuk mempelajari Kitab Aqidatul awam karena setiap mukallaf wajib mengetahui sifat sifat Alloh dengan mengenal Sifat Alloh maka dia akan mengenal dirinya begitu juga sebaliknya ( barang siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhan-nya) jika sudah mengenal Alloh maka dia akan senantiasa Taat dalam menjalankan semua perintah Alloh dan Rosulnya dan menjauhi segala larangannnya. Dan Syech Nawawi Assyafi’i pun mengkomentari Kitab Aqidatul awam tersebut dalam sebuah kitab bernama “Nurudz zholam”..
Nah , Saudaraku fillah yang belum hafal teks Aqidatul Awwam , berikut kami tuliskan teksnya ,,
AQIDATUL AWWAM
الشيخ أحمد المرزوقي المالكي
ٍ
Asy-Syeikh Ahmad Al Marzuqi Al Maliki
أَبـْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ وَالـرَّحْـمَنِ وَبِـالـرَّحِـيـْمِ دَائِـمِ اْلإِحْـسَانِ
Saya memulai dengan nama Alloh, Dzat yang maha pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya
فَالْـحَـمْـدُ ِللهِ الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ اْلآخِـرِ الْـبَـاقِـيْ بِلاَ تَـحَـوُّلِ
Maka segala puji bagi Alloh Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan
ثُـمَّ الـصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَرْمَـدَ ا عَـلَـى الـنَّـبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا
Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Alloh
وَآلِهِ وَصَـحْـبِهِ وَمَـنْ تَـبِـعْ سَـبِـيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُـبْـتَدِعْ
Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah
وَبَـعْـدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَـهْ مِنْ وَاجِـبٍ ِللهِ عِـشْرِيْنَ صِفَـهْ
Dan setelahnya ketahuilah dengan yakin bahwa Alloh itu mempunyai 20 sifat wajib
فَـاللهُ مَـوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي مُخَـالِـفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْـلاَقِ
Alloh itu Ada, Qodim, Baqi dan berbeda dengan makhlukNya secara mutlak
وَقَـائِمٌ غَـنِـيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ قَـادِرٌ مُـرِيـْدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ
Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu
سَـمِـيْعٌ الْبَـصِيْـرُ والْمُتَكَلِـمُ لَهُ صِفَـاتٌ سَـبْـعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ
Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Alloh mempunyai 7 sifat yang tersusun
فَـقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَـمْـعٌ بَصَـرْ حَـيَـاةٌ الْـعِلْـمُ كَلاَمٌ اسْـتَمَرْ
yaitu Berkuasa, Menghendaki, Mendengar, Melihat, Hidup, Mempunyai Ilmu, Berbicara secara terus berlangsung
وَ جَـائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وَ عَدْلِهِ تَـرْكٌ لِـكُـلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ
Dengan karunia dan keadilanNya, Alloh memiliki sifat boleh (wenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya
أَرْسَـلَ أَنْـبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ بِالصِّـدْقِ وَالـتَّـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ
Alloh telah mengutus para nabi yang memiliki 4 sifat yang wajib yaitu cerdas, jujur, menyampaikan (risalah) dan dipercaya
وَجَـائِزٌ فِي حَقِّـهِمْ مِنْ عَـرَضِ بِغَـيْـرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَـرَضِ
Dan boleh didalam hak Rosul dari sifat manusia tanpa mengurangi derajatnya,misalnya sakit yang ringan
عِصْـمَـتُهُمْ كَسَـائِرِ الْمَلاَئِـكَهْ وَاجِـبَـةٌ وَفَـاضَلُوا الْـمَـلاَئِكَهْ
Mereka mendapat penjagaan Alloh (dari perbuatan dosa) seperti para malaikat seluruhnya. (Penjagaan itu) wajib bahkan para Nabi lebih utama dari para malaikat
وَالْـمُسْـتَحِيْلُ ضِدُّ كُـلِّ وَاجِبِ فَـاحْـفَظْ لِخَمْسِيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ
Dan sifat mustahil adalah lawan dari sifat yang wajib maka hafalkanlah 50 sifat itu sebagai ketentuan yang wajib
تَـفْصِيْـلُ خَمْسَةٍ وَعِشْرِيْـنَ لَزِمْ كُـلَّ مُـكَـلَّـفٍ فَحَقِّقْ وَاغْـتَنِمْ
Adapun rincian nama para Rosul ada 25 itu wajib diketahui bagi setiap mukallaf, maka yakinilah dan ambilah keuntungannya
هُمْ آدَمُ اِدْرِيْسُ نُوْحٌ هُـوْدٌ مَـعْ صَالِـحْ وَإِبْرَاهِـيْـمُ كُـلٌّ مُـتَّبَعْ
Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud serta Sholeh, Ibrahim ( yang masing-masing diikuti berikutnya)
لُوْطٌ وَاِسْـمَاعِيْلُ اِسْحَاقٌ كَـذَا يَعْـقُوْبُ يُوْسُفٌ وَأَيـُّوْبُ احْتَذَى
Luth, Ismail dan Ishaq demikian pula Ya’qub, Yusuf dan Ayyub dan selanjutnya
شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْـيَسَعْ ذُو الْكِـفْلِ دَاوُدُ سُلَيْمانُ اتَّـبَـعْ
Syuaib, Harun, Musa dan Alyasa’, Dzulkifli, Dawud, Sulaiman yang diikuti
إلْـيَـاسُ يُوْنُسْ زَكَرِيـَّا يَحْيَى عِـيْسَـى وَطَـهَ خَاتِمٌ دَعْ غَـيَّا
Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Thaha (Muhammad) sebagai penutup, maka tinggalkanlah jalan yang menyimpang dari kebenaran
عَلَـيْـهِـمُ الصَّـلاةُ والسَّـلامُ وآلِهِـمْ مـَـا دَامَـتِ اْلأَيـَّـامُ
Semoga sholawat dan salam terkumpulkan pada mereka dan keluarga mereka sepanjang masa
وَالْـمَـلَكُ الَّـذِي بِلاَ أَبٍ وَأُمْ لاَ أَكْـلَ لاَ شـُرْبَ وَلاَ نَوْمَ لَهُمْ
Adapun para malaikat itu tetap tanpa bapak dan ibu, tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur
تَفْـصِـيْلُ عَشْرٍ مِنْهُمُ جِبْرِيْـلُ مِـيْـكَـالُ اِسْـرَافِيْلُ عِزْرَائِـيْلُ
Secara terperinci mereka ada 10, yaitu Jibril, Mikail, Isrofil, dan Izroil
مُـنْـكَرْ نَـكِـيْرٌ وَرَقِيْبٌ وَكَذَا عَـتِـيْدُ مَالِكٌ وَرِضْوَانُ احْتـَذَى
Munkar, Nakiir, dan Roqiib, demikian pula ‘Atiid, Maalik, dan Ridwan dan selanjutnya
أَرْبَـعَـةٌ مِنْ كُتُبٍ تَـفْصِيْـلُهَا تَـوْارَةُ مُـوْسَى بِالْهُدَى تَـنْـزِيْلُهَا
Empat dari Kitab-Kitab Suci Allah secara terperinci adalah Taurat bagi Nabi Musa diturunkan dengan membawa petunjuk
زَبُـوْرُ دَاوُدَ وَاِنْـجِـيْـلٌ عَلَى عِيْـسَى وَفُـرْقَانٌ عَلَى خَيْرِ الْمَـلاَ
Zabur bagi Nabi Dawud dan Injil bagi Nabi Isa dan AlQur’an bagi sebaik-baik kaum (Nabi Muhammad SAW)
وَصُحُـفُ الْـخَـلِيْلِ وَالْكَلِيْـمِ فِيْـهَـا كَلاَمُ الْـحَـكَمِ الْعَلِيْـمِ
Dan lembaran-lembaran (Shuhuf) suci yang diturunkan untuk AlKholil (Nabi Ibrohim) dan AlKaliim (Nabi Musa) mengandung Perkataan dari Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui
وَكُـلُّ مَـا أَتَى بِهِ الـرَّسُـوْلُ فَحَـقُّـهُ الـتَّـسْـلِـيْمُ وَالْقَبُوْلُ
Dan segala apa-apa yang disampaikan oleh Rosulullah, maka kita wajib pasrah dan menerima
إِيـْمَـانُـنَا بِـيَـوْمِ آخِرٍ وَجَبْ وَكُـلِّ مَـا كَـانَ بِـهِ مِنَ الْعَجَبْ
Keimanan kita kepada Hari Akhir hukumnya wajib, dan segala perkara yang dahsyat pada Hari Akhir
خَـاتِمَةٌ فِي ذِكْرِ بَاقِي الْوَاجِـبِ مِمَّـا عَـلَى مُكَـلَّفٍ مِنْ وَاجِـبِ
Sebagai penutup untuk menerangkan ketetapan yang wajib, dari hal yang menjadi kewajiban bagi mukallaf
نَـبِـيُّـنَـا مُحَمَّدٌ قَـدْ أُرْسِلاَ لِلْـعَالَمِـيْـنَ رَحْـمَـةً وَفُضِّلاَ
Nabi kita Muhammad telah diutus untuk seluruh alam sebagai Rahmat dan keutamaan diberikan kepada beliau SAW melebihi semua
أَبـُوْهُ عَـبْدُ اللهِ عَبْدُ الْمُطَّلِـبْ وَهَـاشِمٌ عَبْـدُ مَنَافٍ يَـنْـتَسِبْ
Ayahnya bernama Abdullah putera Abdul Mutthalib, dan nasabnya bersambung kepada Hasyim putera Abdu Manaf
وَأُمُّـهُ آمِـنَـةُ الـزُّهْـرِيـَّـهْ أَرْضَـعَـهُ حَـلِيْمَـةُ السَّعْدِيـَّهْ
Dan ibunya bernama Aminah Az-Zuhriyyah, yang menyusui beliau adalah Halimah As-Sa’diyyah
مـَوْلِدُهُ بِـمَـكَـةَ اْلأَمِيْـنَـهْ وَفَـاتُـهُ بِـطَـيْـبَةَ الْـمَدِيْنَهْ
Lahirnya di Makkah yang aman, dan wafatnya di Toiybah (Madinah)
أَتَـمَّ قَـبْـلَ الْـوَحِيِ أرْبَعِيْنَا وَعُمْـرُهُ قَـدْ جَـاوَزَ الـسِّـتِّيْنَا
Sebelum turun wahyu, nabi Muhammad telah sempurna berumur 40 tahun, dan usia beliau 60 tahun lebih
وسـَبْـعَةٌ أَوْلاَدُهُ فَـمِـنْـهُـمُ ثَلاَثَـةٌ مِـنَ الـذُّكُـوْرِ تُـفْهَمُ
Ada 7 orang putera-puteri nabi Muhammad, diantara mereka 3 orang laki-laki, maka pahamilah itu
قـَاسِـمْ وَعَـبْدُ اللهِ وَهْوَ الطَّيـِّبُ وَطَـاهِـرٌ بِـذَيْـنِ ذَا يُـلَقَّبُ
Qasim dan Abdullah yang bergelar At-Thoyyib dan At-Thohir, dengan 2 sebutan inilah (At-Thoyyib dan At-Thohir) Abdullah diberi gelar
أَتَـاهُ إِبـْرَاهِـيْـمُ مِنْ سَـرِيـَّهْ فَأُمُّهُ مَارِيـَةُ الْـقِـبْـطِـيَّـهْ
Anak yang ketiga bernama Ibrohim dari Sariyyah (Amat perempuan), ibunya (Ibrohim) bernama Mariyah Al-Qibtiyyah
وَغَـيْـرُ إِبـْرَاهِيْمَ مِنْ خَـدِيْجَهْ هُمْ سِتَـةٌ فَـخُـذْ بِـهِمْ وَلِـيْجَهْ
Selain Ibrohim, ibu putera-puteri Nabi Muhammad berasal dari Khodijah, mereka ada 6 orang (selain Ibrohim), maka kenalilah dengan penuh cinta
وَأَرْبَعٌ مِـنَ اْلإِنـَاثِ تُـذْكَـرُ رِضْـوَانُ رَبِّـي لِلْـجَـمِـيْعِ يُذْكَرُ
Dan 4 orang anak perempuan Nabi akan disebutkan, semoga keridhoan Allah untuk mereka semua
فَـاطِـمَـةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِيْ وَابـْنـَاهُمَا السِّبْطَانِ فَضْلُهُمْ جَلِيْ
Fatimah Az-Zahro yang bersuamikan Ali bin Abi Tholib, dan kedua putera mereka (Hasan dan Husein) adalah cucu Nabi yang sudah jelas keutamaanya
فَـزَيْـنَـبٌ وبَـعْـدَهَـا رُقَـيَّـهْ وَأُمُّ كُـلْـثُـوْمٍ زَكَـتْ رَضِيَّهْ
Kemudian Zaenab dan selanjutnya Ruqayyah, dan Ummu Kultsum yang suci lagi diridhoi
عَـنْ تِسْـعِ نِسْوَةٍ وَفَاةُ الْمُصْطَفَى خُـيِّـرْنَ فَاخْـتَرْنَ النَّـبِيَّ الْمُقْتَفَى
Dari 9 istri Nabi ditinggalkan setelah wafatnya, mereka semua telah diminta memilih syurga atu dunia, maka mereka memilih nabi sebagai panutan
عَـائِـشَـةٌ وَحَـفْصَةٌ وَسَـوْدَةُ صَـفِـيَّـةٌ مَـيْـمُـوْنَةٌ وَ رَمْلَةُ
Aisyah, Hafshah, dan Saudah, Shofiyyah, Maimunah, dan Romlah
هِنْـدٌ وَ زَيْـنَبٌ كَـذَا جُوَيـْرِيَهْ لِلْـمُـؤْمِنِيْنَ أُمَّـهَاتٌ مَرْضِيَهْ
Hindun dan Zaenab, begitu pula Juwairiyyah, Bagi kaum Mu’minin mereka menjadi ibu-ibu yang diridhoi
حَـمْـزَةُ عَـمُّـهُ وعَـبَّـاسٌ كَذَا عَمَّـتُـهُ صَـفِيَّـةٌ ذَاتُ احْتِذَا
Hamzah adalah Paman Nabi demikian pula ‘Abbas, Bibi Nabi adalah Shofiyyah yang mengikuti Nabi
وَقَـبْـلَ هِـجْـرَةِ النَّـبِيِّ اْلإِسْرَا مِـنْ مَـكَّـةٍ لَيْلاً لِقُدْسٍ يُدْرَى
Dan sebelum Nabi Hijrah (ke Madinah), terjadi peristiwa Isro’. Dari Makkah pada malam hari menuju Baitul Maqdis yang dapat dilihat
بَـعْـدَ إِسْـرَاءٍ عُـرُوْجٌ لِلـسَّمَا حَتىَّ رَأَى الـنَّـبِـيُّ رَبـًّا كَـلَّمَا
Setelah Isro’ lalu Mi’roj (naik) keatas sehingga Nabi melihat Tuhan yang berkata-kata
مِنْ غَيْرِ كَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْـتَرَضْ عَـلَـيْهِ خَمْساً بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ
Berkata-kata tanpa bentuk dan ruang. Disinilah diwajibkan kepadanya (sholat) 5 waktu yang sebelumnya 50 waktu
وَبَــلَّـغَ اْلأُمَّــةَ بِـاْلإِسـْرَاءِ وَفَـرْضِ خَـمْـسَةٍ بِلاَ امْتِرَاءِ
Dan Nabi telah menyampaikan kepada umat peristiwa Isro’ tersebut. Dan kewajiban sholat 5 waktu tanpa keraguan
قَـدْ فَـازَ صِـدِّيْقٌ بِتَـصْدِيْقٍ لَـهُ وَبِـالْـعُرُوْجِ الصِّدْقُ وَافَى أَهْلَهُ
Sungguh beruntung sahabat Abubakar As-Shiddiq dengan membenarkan peristiwa tersebut, juga peristiwa Mi’raj yang sudah sepantasnya kebenaran itu disandang bagi pelaku Isro’ Mi’roj
وَهَــذِهِ عَـقِـيْـدَةٌ مُـخْـتَصَرَهْ وَلِـلْـعَـوَامِ سَـهْـلَةٌ مُيَسَّرَهْ
Inilah keterangan Aqidah secara ringkas bagi orang-orang awam yang mudah dan gampang
نـَاظِـمُ تِلْـكَ أَحْـمَدُ الْمَرْزُوقِيْ مَـنْ يَنْـتَمِي لِلصَّادِقِ الْمَصْدُوْقِ
Yang di nadhomkan oleh Ahmad Al Marzuqi, seorang yang bernisbat kepada Nabi Muhammad (As-Shodiqul Mashduq)
وَ الْحَـمْـدُ ِللهِ وَصَـلَّى سَـلَّمَا عَلَـى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّمَا
Dan segala puji bagi Allah serta Sholawat dan Salam tercurahkan kepada Nabi sebaik-baik orang yang telah mengajar
وَاْلآلِ وَالـصَّـحْـبِ وَكُـلِّ مُرْشِدِ وَكُـلِّ مَـنْ بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِي
Juga kepada keluarga dan sahabat serta orang yang memberi petunjuk dan orang yang mengikuti petunjuk
وَأَسْـأَلُ الْكَـرِيْمَ إِخْـلاَصَ الْعَمَلْ ونَـفْـعَ كُـلِّ مَنْ بِهَا قَدِ اشْتَغَلْ
Dan saya mohon kepada Allah yang Maha Pemurah keikhlasan dalam beramal dan manfaat bagi setiap orang yang berpegang teguh pada aqidah ini
أبْيَاتُهَا ( مَـيْـزٌ ) بِـعَدِّ الْجُمَّلِ تَارِيْخُها ( لِيْ حَيُّ غُرٍّ ) جُمَّلِ
Nadhom ini ada 57 bait dengan hitungan abjad, tahun penulisannya 1258 Hijriah
سَـمَّـيْـتُـهَا عَـقِـيْدَةَ الْـعَوَامِ مِـنْ وَاجِبٍ فِي الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ
Aku namakan aqidah ini Aqidatul Awwam, keterangan yang wajib diketahui dalam urusan agama dengan sempurna
Sumber : http://www.facebook.com/groups/100859117253/permalink/10151019082237254/
Sabtu, 02 Juni 2012
Syaikh Muhamad Ali Al Shabuni
Irham Shidiq
Ushuluddin (TAfsir Hadits)
STAI Persis Bandung
SHAFWATU AL-TAFASIR TAFSIR LI AL-QURAN AL KARIM
(Karya : Muhamad Ali Al Shabuni)
Syekh Ali al-Shabuni Bersama Syekh Yusuf al-Qaradlawi ditetapkan sebagai Tokoh Muslim Dunia 2007 oleh DIQA. Nama besar Syekh Muhammad Ali al-Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil al-Shabuni. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 1347 H/1928 M alumnus Tsanawiyah al-Syari’ah. Syekh al-Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya yang masih belia, Al-Shabuni sudah hafal Alquran. Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian al-Shabuni.
Guru-gurunya
Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Jamil al-Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad al-Shama, Syekh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.
Aktivitas Pendidikan
Untuk menambah pengetahuannya, al-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar, al-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah al-Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949. Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.
Selepas dari Mesir, al-Shabuni kembali ke kota kelahirannya, beliau mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, al-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.
Di samping mengajar di kedua universitas itu, Syekh al-Shabuni juga kerap memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram. Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah. Kegiatan ini berlangsung selama sekitar delapan tahun.Setiap materi yang disampaikannya dalam kuliah umum ini, oleh al-Shabuni, direkam-nya dalam kaset. Bahkan, tidak sedikit dari hasil rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syekh ash-Shabuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.
Aktivitas Organisasi
Di samping sibuk mengajar, al-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al-Qur’an dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Shafwah al-Tafaasir”. Kitab tafsir Al-Qur’an ini merupakan salah satu tafsir terbaik, karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Al-Qur’an, Al-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini.
Pemikiran dan karya-karya
Beliau adalah sosok ulama mufasir yang kreatif, menulis beberapa tentang tafsir, diantaranya :
1. Rawa’I al-Bayan fi Tasair Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an
Kitab ini mengandung keajaiban tentang ayat-ayat hokum didalam Al-Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid besar, ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid ini, telah dapat menghimpun karangan-karangan klasik dengan isis yang melimpah ruah serta ide dan fikiran yang subur, stu pihak dan karangan-karangan modern debgan gaya yang khas dalam segi penampilan, penyususnan, dan kemudian uslub dipihak lain
Selain itu, M. Ali al-Shabuni telah Nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang keterusterangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektifan agama Islam mengenai pengertian ayat-ayat hokum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil-dalil beberapa orang musuh Islam yang menyalahgunakan penanya dengan mempergunakan dirinya dengan menyerang Nabi Muhammad saw., dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri (poligami). Dalam hubungan tersebut, pengarang kitab ini telah mengupas hikmah poligami dengan mendasarkan kupasannya kepada logika dan rasio, ditinjau dari beberapa segi juga dikupasnya masalah “hijab” (penutup badan bagi wanita), serta menyanggah dalam persoalan ini pendapat orang yang memperkenankan seorang wanita menampakan tangannya dan wajahnya dihadapan orang-orang lelaki yang bukan muhrim dengan alas an bahwa tangan dan wajah wanita tidak termasuk aurat. Beliau mengulangi pembahasan tersebut, ketika beliau membahas soal “hijab”. Beliau menolak pergaulan anatara lelaki dan perempuan bukan muhrim, dan mengambil bukti terhadap kebatilan pendapat-pendapat para pembela pergaulan bebas tersebut, dari keterangan keterangan tokoh-tokoh Barat sendiri dengan menambahkan pendapat-pendapat yang benar tentang terlarangnya pergaulan antara laki-laki dengan perempuan
2. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Al-Qur’an)
Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirosah Islamiyah di Makkah al-Mukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian kepadanya
3. Para Nabi dalam Al-Qur’an
Judul aslinya yaitu; al-Nubuwah wa al-Anbiya. Berbeda dengan buku yang sudah ada (sebagai) buku terjemahan, buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh M. Ali ali al-Shabuni .
4. Qabasun min Nur Al-Qur’an (cahaya al-Qur’an)
Judul asli buku ini dalam bahasa Arabnya adalah; Qabasun min Nur Al-Qur’an dan diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi; Cahaya Al-Qur’an. Kitab tafsir ini, diantaranya disajikan ayat-ayat Al-Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memeberikan kemaslahatan tesendiri yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain.adapun bentuk penyajiannya ialah ayat-demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik. System penyusunan kitab ini serupa dengan kitab Shafwah al-Tafasir. Keseluruhan kitab Qabasun Min Nur Al-Qur’an ini terdiri dari delapan jilid yang edisi Indonesia atau terjemahannya juga mengikuti kitab aslinya yang berbahasa Arab
Menurut kathur Suhardi, al-Sahabuni telah mengkompromikan antara atsar orang-orang salaf dan ijtihad orang-orang khalaf sehingga tersaji sebuah tafsir al-Ma’qul wa al-Ma’tsur, begitulah menurut istilah mereka, dan memeberikan berbagai hakikat yang menarik untuk disimak. Dengan begitu pembaca bisa melihat dua warna secara bersamaan.
5. Shafwah al-Tafasir
Salah satu tafsir al-Shabuni yang paling popular adalah Shafwah al-Tafasir, kitab ini terdiri dari tiga jilid didalamnya menggunakan metode-metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak menyulitkan para pembaca).
Ali al-Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yag lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul. Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan.
Al-Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, menurutnya ‘apabila seorang muslim terpesona kepada masalah-masalah duniawi tentu waktunya akan disibukan hanya untuk menghasilkan kebutuhan hidupn saja hari-harinya sedikit waktu untuk mengambil sumber referensi kepada tafsir-tafsir besar yang dijadikan referensi ulama sebelumnya dalam mengkaji kitab Allah Ta’ala, utuk menjelaskan dan menguraikan maksud ayat-ayatnya, maka diantara kewajiban ulama saat ini adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al-Qur’an dengan uslub yang jelas. Bayan yang terang, tidak terdapat banayak kalimat sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al-Qur’an yaitu unsure keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pemb9caraan, memenuhi kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al-Qur’an al-Karim’.
Kata al-Shabuni, ‘saya belum menemukan tafsir al-Kitabullah ‘Azza Wajalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah al-Karim saya berinama kitab ini : “Shafwah al-Tafasir” karena merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.
Adapun karya yang lainnya adalah :Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan
B. Deskripsi Umum Kitab Tafsir Shafwatu Al-Tafasir
1. Latar Belakang Penulisan
Sebuah karya, apapun jenisnya termasuk kitab tafsir dalam masa pembuatannya, pasti tidak dapat dimungkiri dari aspek kultur-sosial yang mengelilinginya. Hal itu yang sering menjadi latar dari terciptanya karya tersebut. Ada beberapa faktor yang mendasari dari lahirnya buah karya dari tangan-tangan telaten; permasalah jaman/kebutuhan pasar, pesanan penguasa, tuntutan ilmiah, eksplorasi murni dan lain sebagainya. Latar semacam ini yang mempengaruhi sebuah karya berorientasi sekaligus memberikan pancaran nilai yang dikandung. Pada tahun 1930 lahir sebuah karya tafsir dari tangan seorang ilmuwan kelahiran Aleppo yang menambah deretan khazanan ke-ilmu-an ke-Islam-an, yaitu “Shafwah Al Tafasir” yang disusun selama kurang lebih lima tahun sekaligus memberi kesan tersendiri bagi para sebagian kalangan ulama dan para pemerhati lainnya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya karya yang dilahirkan Al Shabuni ini juga memiliki latar yang memberikan warna terhadap alur fikirannya dlam menafsirkan Al-Quran. Dari data yang didapat mengenai latar belakang penyususnan kitab ini beliau menyebutkan :
Mengikuti uswah ulama salaf yang menulis karya untuk menjunjung kalimatullah hiya al-‘ulya, member pemahaman terhadap kebutuhan umat dalam memahami agama.
Keberadaban Al-Quran itu sendiri yang kekal dengan penuh keajaiban-keajaiban, penuh dengan mutiara-mutiara kehidupan, senantiasa memicu akal untuk “bermain”, membuat hati resah jika tidak mengkajinya;
Kenyataan semua ilmu akan hilang dimakan jaman, kecuali ilmu Al-Quran akan tetap membuka ruang yang luas untuk dikaji bak hamparan lautan yang memerlukan penjabaran dari kalangan ahli ilmu (ulama) dengan kapasitas yang memadai guna untuk mengeluarkan manisnya kandungan Al-Quran;
Umat muslim lebih disibukan dengan urusan dunia, sedikit sekali hari-hari mereka yang dipergunakan untuk mengkaji kitab-kitab tafsir terutama kitab-kitab tafsir induk, sementara kewajiban ulama tetap mesti menjadi jembatan bagi pemahaman umat terhadap Al-Quran dengan memberikan kemudahan dalam mengkajinya;
Belum terdapat kitab tafsir pada masanya yang dapat memenuhi hajat umat, memicu semangat mereka.
Dari pemaparan beliau diatas nampaknya kita bisa melihat bagaimana sosio masyarakat yang ada ketika beliau menciptakan kitab tafsir ini. Jelas siapa yang menjadi sasaran serta bagaiman respon tafsirnya terhadap laju kultur dan kebutuhan lingkungan masyarakat dimana beliau berada.
2. Tujuan
Sudah barang tentu mempunyai faidah yang sangat tinggi dan berkedudukan mulia yang menjadi tujuan dari penulisan kitab ini. Kita bisa melihat dari kata sambutan yang terdapat dalam muqodimah kitab ini, tidak lebih dari tujuh ulama dan delapan termasuk beliau yang memberikan kata pengantar atau prolog. Sampai sekarang baru dapat diasumsikan hal-hal yang menjadi tujuan dari penulisan Shafwah Al Tafaasir ini :
Memeberikan pemaparan dan penjelasan dengan memepermudah gaya penyampaiannya
Memberikan faidah berupa jawaban-jawaban terhadap realita umat pada masanya.
3. Gaya Pembahasan/sistematika penulisan
Untuk memepermudah dari apa yang menjadi tujuan beliau dalam upaya memberi pencerahan dalam pemecahan permasalahan jaman maka gaya pembahasan yang beliau lakukan yaitu melalui tahapan-tahapan metode. Yaitu :
Mengumpulkan dan meng-intisari kitab-kitab tafsir induk serta mengambil argument yang paling shahih
Menyusun kategorisasi ayat-ayat untuk menjelaskan tiap-tiap permasalahan dalam surat dan ayat
Menafsirkan kandungan surat secara ijmali seraya menjelaskan maksud-maksudnya yang mendasar
Membahas munasabah antar ayat sebelum dan sesudahnya
Menjelaskan aspek kebahasaannya secara etimologi dan menjelaskan perbandingannya dengan pendapat ahli Bahasa Arab
Menjelaskan Sabab al Nuzul
Menjelaskan gaya bahasanya (balaghah)
Menjelaskan faidah-faidah dan hikmah-hikmah surat dan ayat
Memberikan istinbath
Pujian Ulama terhadap Kitab Al Shafatu Al Tafasir
1. Dr. Abdul Halim Mahmud (Rektor Universitas Al Azhar)
* Kitab Shafwah Al Tafsir bebas/moderat dari keberfhakan
* Mengambil pendapat ahli tafsir paling shahih
*Berupa ringkasan dan memiliki karakter memudahkan. Apabila seseorang menggunakan dari sebagian akalnya maka sungguh ia tidak akan ragu untuk mengambil kitab ini karena penyusunnya (Al Shabuni) mencurahkan tenaga, fikiran untuk menyesuaikan pilihannya dengan mengambil dari kitab-kitab tafsir induk yang bersumberkan kepada ilmu dan bashirah (mata batin)
2. Abdullah bin Humaid (Ketua majlis ta’lim dewan agung Masjidil Haram)
• Penyusun mencurahkan semua ijtihad dalam penyusunan kitab ini
• Penyusun memilih pendapat mufasir yang paling sahih
• Memilih tafsiran yang paling rajah
• Menggabungkan metode tafsir bil ma’tsur dan bil ma’qul
• Pemaparannya dengan menggunakan gaya bahasa yang jelas dan lugas
• Mengambil hadits-hadits yang mudah difahami
• Menyebutkan maksud asas-asas surat dengan ringkas
• Menjelaskan munasabah surat dan ayat
• Menjelaskan sababun nuzul surat dan ayat
• Menjelaskan tafsir ayat per ayat tanpa menjelaskan kandungan I’rabnya
• Mejelaskan kaitan ayat dengan mengambil istinbath
• Menjelaskan makna-makna ayat dari sudut balaghahnya
3. Syaikh Abul Hasan Ali Hasan Al Nadwi
* Kitab tafsir ini menunjukan dari berbagai keleluasaan ilmiyah; mulai dari tafsir, hadits, sirrah dan tarikh. Memudahkan para pembacanya, terutama pada masa sekarang lebih mendekati apa yang dibutuhkan pada pemecahan permasalahan-permasalahan kekinian sehingga orang akan melek terhadap beberapa pendapat , pandangan dan madzhab-madzhab. Oleh sebab itu, kitab ini besar faedahnya, mulya kedudukannya lantaran tidak hanya fikiran yang penulis curahkan melainkan waktu, tenaga, harta dan lain-lain
* Karya ini disusun dengan upaya penilaian ilmu tafsir yang cukup lama sehingga memberikan gambaran yang mendalam dari sisi kualitas tafsirnya
4. Dr. Abdullah ‘Umar Nashif
* Dalam rangka memahami ayat Al-Quran, kehadiran kitab tafsir ini memberikan kemudahan kepada umat dalam penyampaiannya, karena Allah swt telah mencurahkan kepada sahibul kitab ini hidayah taufiq.
4. Sumber-sumber
Dalam upaya menjelaskan maksud-maksud makna ayat dalam kitab tafsirnya ini, beliau mengambil berbagai rujukan dari kitab-kitab tafsir ulama salaf :
• Dalam menjelaskan sisi kebahasaan beliau mengambil beberapa rujukan, seperti: al-Zamakhsyari, tafsir al-Baidlawi, Mu’jam li al-fadz Al-Qur’an milik al-Raghib al-Asfahaniy, al-Harawi, al-Khothobi, Ibn Faris, Tsa’lab, al-Hajjaj, al-Asma’iy, al-Fara’, Bahr al-Muhith, al-Mishbah, Kasyf al-Ma’ani tafsir Ibn Jama’ah, al-Kasyasyaf, Majaz al-Qur’an, Tahdzib al-Lughah, al-Shihah milik al-Jauhari, al-Qomus, al- Shawi ‘ala al-Jalalain, Lisan al-‘Arab, dll
• Dalam menafsirkan ayat beliau mengambil beberapa rujukan, seperti pendapat/fatwa sahabat; seperti Ibn ‘Abbas, tafsir Ibn Katsir dan mukhtasharnya, Tafsir Abu Su’ud, Ashab al-Sunan, tafsir al-Thabari dan beberapa penafsir lain termasuk mufassir yang beliau ruju’ dalam menjelaskan sisi kebahasaan
• Dalam menjelaskan sisi munasabah, diantaranya beliau merujuk tafsir Abu Su’ud
• Dalam menjelaskan sisi balaghah diantaranya beliau merujuk pendapat Sahabat Sa’ad, ulama ahli bahasa, seperti al-Raghib, mufassir, seperti Talkhish al-Bayan milik al-Ridha, al-Futuhat, al-Tafsir al-Kabir, Talkhis al-Bayan, Rawai’ al-Bayan dll
• Dalam sisi sabab al-Nuzul, diantaranya beliau merujuk pendapat sahabat Ibn ‘Abbas, Zad al-Maisir, Asbab al-Nuzul milik al-Wahidi, al-Bukhari dll
• Dalam sisi fawaid, diantaranya beliau meruju’ pada perkataan sahabat seperti Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud; tabi’in, seperti Imam Mujahid, mufassir seperti al-Qurthubiy, al-Qusyairiy, Mahasin al-Ta’wil, tafsit al-Qasimi, al-Tashil fi ‘Ulum al-Tanzil, Irsyad al-‘Aql al-Salim, al-Tashil milik Ibn al-Jizi, al-Tahqiq al-Mufashal, al-Dur al-Mantsur, Ibn al-Mardawaih, al-Bazar, al-Thabrani dll
C. Kecenderungan Teologis
Mengingat penulis kitab shafwatu Al-Tafasir adalah seorang ulama yang hidup pada masa dimana aliran-aliran teolog telah ada (sementara belum muncul lagi aliran teolog yang baru), maka sudah dipastikan aliran pemahaman teologisnya akan mengikuti atau sefaham dengan para aliran teolog pendahulunya. Dibawah kami akan cantumkan beberapa ayat Al-Quran yang mendeskripsikan arus pemikiran faham teologi keberfihakannya.
1. Tentang Dosa Besar (Q.s Al- Maidah 44)
Ayat ini beliau tafsirkan; “Barang siapa yang bertahkim dengan selain syari’at Allah maka orang tersebut adalah kafir”
2. Tentang pahala dan siksaan (Qs. Al-Nisa : 116)
Ayat ini beliau tafsirkan : “Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain syirik kepada orang yang dikehendaki-Nya”.
3. Tentang sifat Tuhan (Qs. Al- An’am : 103 : )
Ayat ini beliau tafsirkan : “ayat ini menafikan kemampuan akal manusia untuk dapat mengetahui Tuhan dan ayat ini pula tidak menafikan manusia dapat melihat Allah. Oleh sebab itu Allah swt tidaklah berfirman : “la tarohu al abshar”. Maka barang siapa yang meyakini manusia tidak dapat Allah pada hari kiamat nanti seperti pemahaman Mu’tazilah maka ia telah menjauh dari kebenaran dan menyesatkan karena telah menyalahi dalil dalil Quran dan Sunnah Mutawatir. Yang menyalahi Al-Quran adalah bertentangan dengan ayat وجوه يومئد ناضرة . الى ربها نا ظرة sedangkan hadits mutawatirnya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam al- Bukhori
انكم سترون ربكم كما ترون هدا القمر لا تضا مون فى رؤيته…….. “
Dari ketiga tema pembahasan diatas kita belum bisa berasumsi final terkait kecenderungan paham beliau dalam urusan teologi mengingat tidak terdapatnya perbandingan antara sesama paham dalam aliran teologi yang telah ada. Dibawah kami sajikan data-data berupa perbandingan tafsir beliau dengan pemahaman aliran paham teologi, yaitu sebagai berikut:
D. Kecenderungan Fiqih
Sebagaimana diketahui, fikih memebicarakan banyak hal terkait perkembangan ibadah yang telah jelas nashnya didalam Al-Quran dan As Sunnah, namun diantaranya masih terdapat ruang untuk bisa ijtihad terhadapnya. Disini para fuqoha banyak melakukan kajian secara mendalam, sehingga diantaranya terlahirlah berbagai macam aliran seiring perbedaan manhaj dan thuruq yang mereka lakukan, dan pada perkembangannya, upaya fuqoha ini menjadi madzhab yang berdiri diatas khazanah ilmu-ilmu ke-Islaman. Sebagaimana diatas, disisnipun akan disajikan beberapa penafsiran beliau terkait ayat-ayat yang dipandang padanya mengandung fiqih, serta kalaupun juga dimungkinkan aspek kecenderungan aliran fiqih beliau. Yaitu sebagai berikut :
1. Tentang Basmalah, apakah ia termasuk bagian ayat dalam Al-Quran?
Dalam membahas maslah ini beliau mengemukakan tiga pendapat imam madzhab :
a. Syafi’iyah
Syafi’iah beristidlal dengan dalil-dalil naqli dan aqli yang menyatakan bahwa basmalah termasuk kedalam surat alfatihah dan semua surat dalam Al-Quran kecuali surat al Taubah. Dalil-dalil naqli tersebut adalah :
Pertama : hadits yang diriwayatkan Imam Daroquthni yang diterima dari sahabat Abu Hurairah, Nabi saw bersabda : “apabila kalian membaca “Alhamdulillahi robb al‘alamin” maka bacalah “Bismillahirrahmaniorrahim” karena sesungguhnya ia Ummu Al-Quran, Ummu al-Kitab, Sab’u al-Matsani. Dan Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayat yang termasuk kedalamnya”.
Kedua, hadits yang diriwayatkan Imam al-Tirmidzi yang beliau terima dai sahabat ibnu Abbas ra, beliau menerangkan bahwasanya Rosulullah saw memulai shalat dengan Bismillahirrahmanirrahim”
Ketiga, hadits yang diriwayatkan dari Imam al-Bukhori yang diterima dari sahabat Anas ra bahwasanya beliau ditanya tentang bacaan Rosulullah saw, beliau menjawab : “adalah bacaan beliau bernada panjang-pnjang……” lantas beliau membacanya (Bismillahirrahmanirrahim*alhamdulillahirabbilalamin*arrahmanirahim*malikiyaumidin)
Adapun dalil ‘aqli yang dijadikan hujjah oleh syafi’iyah adalah : mushaf al Imam dituliskan padanya basmalah pada surat al-fatihah dan semua surat dalam Al-Quran kecuali surat al-Taubah, demikian pula basmalah dicantumkan dalam mushaf-mushaf yang disebar keberbagai Negara, dengan asumsi bahwa mutawatir hukumnya, bahwa dikalangan para sahabat sepakat untuk tidak menuliskan sesuatu dalam Al-Quran yang selain Al-Quran…..
b. Malikiyah
Mereka beristidlal bahwa basmalah bukan termasuk ayat dalam surat al-fatihah, dan bukan pula termasuk dalam surat diseluruh Al-Quran, hanya saja penulisan basmalah tersebut berupa “tabarruk” (meminta berkah). Beliau mengemukakan beberapa dalil :
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat ‘Aisyah ra, beliau berkata : “ adalah Rosululloh saw memulai shalat dengan takbir, dan membaca ‘Alhamdulillahirobbilalamin’”
Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Shahihain dari sahabat Anas ra, beliau berkata : “aku shalat dibelakang Rosululloh, Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, mereka memulai bacaan shalat dengan ‘Alhamdulillahirobbilalamin’”
c. Hanafiyah
Golongan Hanafiyah memandang bahwa pencantuman basmalah pad mushaf menunjukan bahwa ia adalah termasuk bagian Al-Quran, akan tetapi tidak menunjukan ia merupakan bagian ayat dalam seluruh surat pada Al-Quran. Beberapa hadits yang menunjukan tidak dijaharkannya basmalah ketika membaca alfatihah pada shalat jahar itu menunjukan bahwa ia bukan termasuk alfatihah. Mereka mengambil kesimpulan bahwa basmalah termasuk ayat yang sempurna yang merupakan bagian dari ayat Quran, sementara selain pada surat Al-Naml hanyalah merupakan Fa\silatu al suwar. Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan dalil :
Pertama, hadits riwayat abu Daud dari beberapa orang sahabat, mereka berkata : “kami tidak mengetahui ketentuan untuk surat-surat sehingga turun ayat “bismillahirrahmanirrahim”
Kedua, hadits riwayat imam al hakim dan abu Daud dari ibnu Abbas ra, : “bahwasanya keadaan Rosulullah saw tidak mengetahui fashilah surat-surat sampai turun ayat “bismillahirrahmanirrahim”
Pada kasus ini Ali al-Shabuni lebih cenderung kepada madzhab Hanafiyah. Pengakuan ini dapat kita lihat dalam kitab Rowai’ul Bayan Tafsiru Ayuatil Ahkam Minal Quran, (Beirut : 2002), Daar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke 1, Juz 1, hlm. 40 beliau mengungkapkan :
“setelah dihadirkan beberapa dalil dan istidlal dari setiap kelompok madzhab, maka kami berkesimpulan : semoga apa yang menjadi pendapat Hanafiyah adalah pendapat yang paling rojih dari pendapt-pendapat yang lainnya, karena ia merupakan penengah dari dua pendapat sebelumny yang berlawanan”
2. Tentang maksud had dzimmi muhson
Dalam pembahasan ini beliau hanya mengemukakan dua pendapat saja :
a. Hanafiyah
Pertama, Hadits riwayat Ishaq ibnu Rohawaih dan al Daroquthni dari sahabat Ibn ‘Umar, tentang: “ barang siapa yang musyrik kepada Allah maka tidak termasuk kategori muhson, para sahabat berkata : yang disebut dengan muhson adalah “al rojmu” (rajam). Adapun nabi pernah merajam para yahudi adalah berdasarkan hukum taurot”.
Kedua, mereka beristidlal juga bahwa ihson alqodzfu (dalam Islam) disepakati secara ijma, demikian pula ihson al-rojmi.
Ketiga, mereka berpendapat, bahwa menyempurnakan nikmat hak sesama muslim adalah lebih agung, maka oleh sebab itu hukum perdata lebih ditekankan dan balasannya pun diperberat. Mereka beristidlal dengan ayat “wahai istri-istri Nabi barang siapa diantara kalian yang melakukan kejelekan yang nyata maka kelak akan mendapat balasan yang berlipat ganda”
b. Syafi’iyah
Pertama, mereka beristidlal dengan umumnya sabda nabi :”apabila mereka menerima jizyah maka jizyah itu untuk mereka bukan untuk kaum muslimin, dan demikian juga dosanya untuk mereka dan bukan untuk kaum muslimin”
Kedua, tentang hadits :”barang siapa yang musyrik kepada Allah maka bukan termasuk muhson”. Hanya saja yang dimaksud dengan muhson diatas adalah bukan menerangkan siksaan untuk qodzaf musyrik sebagaimana wajib memperlakukan terhadap qodzaf muslim yang lemah.
Ketiga, sesungguhnya pezina kafir sebagaimana yang berzina dari kalangan muslim dalam hal membutuhkan al jzru, oleh sebab itu maka ia pun dirajam.
Pada pembahasan ini, Ali Al Shabuni mengambil pendapat Imam al-Syafi’i. Beliau mengatakan :
“semoga apa yang menjadi pendapat Syafi’iyah lebih rojih dikarenakan kuatnya dalil-dalil mereka tentang perbuatan Rosul merajam orang Yahudi”.
Wallahu ‘alam
MENEMUKAN KECENDERUNGAN FIQIH IMAM ALI AL-SHABUNI
DALAM KITAB TAFSIRNYA “SHAFWAH AL-TAFASSIR” DENGAN MENGAMBIL 3 CONTOH MASALAH
DAN PERBANDINGANNYA
DENGAN KITAB “ROWA’I AL-BAYAN TAFSIR AYAT AL-AHKAM MIN AL-QUR’AN”
No Tema SHAFWAH ROWA’I AL-BAYAN
Masalah Madzhab yangdiambil Dalil Produk fiqih Perbandingan Produk Fiqih Ket
1 Basmalah Tidak membawa permasalahan fiqih Apakah basmalah termasuk pada ayat al-Qur’an Hanafiyyah Riwayat Abu Daud al-Hakim, al-Jashash Termasuk ayat dalam seluruh surat pemisah, bukan ayat dalam al-Fatihah Syafi’iyyah, Malikiyyah Termasuk ayat Fatihah dan ayat seluruh surat
Hukum membaca Basmalah dalam shalat Hanafiyyah Idem Sir dalam setiap roka’at Imam Malik, Syafi’I, Ahmad Terlarang, sir /jahar, jahar dalam shlat yang dijaharkan-sir dalam shalat yang di sirkan, sir
Wajibkah membaca fatihah dalam shalat? Jumhur (Imam Malik, Syafi’I, Ahmad) Riwayat Sittah Syarat sah shalat Imam Abu Hanifah dan al-Tsauriy Tidak batal, tetap diberi pahala tanpa membaca fatihah, wajib membaca surat minimal Qishar atau Thawilah
Apakah ma’mum wajib membaca Fatihah dibelakang imam? Menyajikan 4 pendapat ulama fiqih (Abu Hanifah, Malik, Syafi’I, Ahmad)
2 Kedudukan sihir dalam syari’at Idem Apakah sihir benar-benar ada dan terjsdi pada masa sekarang? Jumhur (ahlu sunnah wal jama’ah) Qs : 2 : 102, 113 : 4 HR. al-Nasa’I, Shahihain Sihir benar-benar ada dan terjadi Mu’tazilah dan sebagian ahli sunnah Sihir tidak ada, tipuan, sesat Masalah ini juga masuk pada paham teologi
Apakah boleh belajar dan mengajarkan sihir? Menyajikan pendapat jumhur dan al-Razi HR. Bukhari Muslim, Haram, boleh
Apakah mesti dibunuh pelaku sihir? Menyajikan pendapat imam fiqih (Abu Hanifah, Malik, Syafi’I, Ahmad) naqli Kufur (pesihir ahli kitab sama dengan pesihir muslim); boleh dibunuh. Kufur, harus dibunuh pesihir muslim tdk pesihir ahli kitab. Tidak kufur tidak boleh dibunuh. Kufur boleh dibunuh boleh tidak
3 Nasakh dalam Al-Qur’an Idem Apakah nasakh terjadi dalam syari’at samawiy? Jumhur Qs. 2 : 106, 142, 143, 234, 240, 16 ; 101, 8 ; 65, 66 ya ada, boleh, terjadi Abu Muslim Tidak ada/ tidak boleh, tidak terjadi
Apa yang termasuk macam-macam nasakh dalam Al-Qur’an Mengemukakan pendapat sendiri Nasakh tilawah dan hukum bersamaan, nasakh tilawah hukum tetap ada, nasakh hukum tilawah tetap ada Mengambil penjelasa imam fakhr al-Razi
Apakah boleh nasakh al-Qur’an dengan Sunnah? Jumhur (Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad) Qs. 2 ; 180, 24 ; 2, 53 : 3 Boleh nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan Sunnah Imam Syafi’i Tidak mesti nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tidak boleh dengan Sunnah
Apakah boleh nasakh dengan yang lebih berat/sulit? Pendapat sendiri Al-Qur’an dan Hadits Boleh, Mengambil contoh kasus had zina yang dipenjara dan dirumah menjadi jilid dan ranjam, shaum ‘asyura menjadi shaum ramadhan, shalat yang asalnya 2 raka’at menjadi 4 raka’at kaum Tidak boleh
Apakah terdapat nasakh dalam akhbar? Menyajikan pendapat jumhur,Ibnu Jarir, al-Qurthubiy Qs. 2 : 106 Tidak ada
MENEMUKAN KECENDERUNGAN TEOLOGI IMAM ALI AL-SHABUNI
DALAM KITAB TAFSIRNYA“SHAFWAH AL-TAFAASIR” SEPUTAR DOSA BESAR, SIFAT ALLAH, PERBUATAN MANUSIA, KEADILAN ALLAH
DAN PERBANDINGANNYA DENGAN PAHAM-PAHAM ALIRAN TEOLOGI ISLAM
No Tema Masalah SHAFWAH PAHAM ALIRAN TEOLOGI
Madzhab yang diambil Dalil Produk Pemikiran Teologi Perbandingan Produk Pemikiran Teologi Ket
1 Dosa Besar -Penentuan seseorang yang melakukan dosa besar, apakah masih disebut mukmin atau sudah dikategorikan sebagai kafir
-Dimana posisi ashab al-‘Araf -Khowarij
-Murji’ah , Asy’ariyah & Maturidiyah -Qs. Al-Nisa : 92, pendapat jumhur, Ibnu ‘Abbas.
-Qs. Al-‘Araf : 46, Qs. Al-Hadid : 13, para mufassir, qotadah, Abu Hayyan, al-Alusi -Jika menganggap halal membunuh orang mu’min maka kafir balasannya neraka jahannam selama-lamanya
-Ashab al-‘Araf : satu kaum yang seimbang antara kebaikan dan kejelekannya, bukan termasuk ahli surga juga ahli neraka, ditampatkan dalam suatu tempat sampai menunggu keputusan Allah -Khowarij, Mu’tazilah, Murji’ah, Asy’ariyah & Maturidiyah. - Kafir (masuk neraka selamanya), Bukan kafir bukan mu’min (manzilah baina manzilataini), Belum kafir (dosa besarnya diserahkan kepada Allah), Tetap mu’min tapi karena dosanya ia fasiq,
2 Sifat Allah
Apakah Allah memiliki sifat, apakah sifat Allah qodim? -Mengambil pendapat umum dari berbagai pandangan aliran teologi (tanpa membawa pada permasalahan apakah dia makhluk atau bukan, qodim tidaknya) -Qs. al-Nisa : 164, Imam Tsa’lab (ahli bahasa)
-takliman; tidak mungkin dia melainkanucapan yang terdengar dari Allah swt -Mu’tazilah, jahmiyah , sebagian Zaidiyah dan Imamiyyah dan sebagian Khowarij.
Asy’ariyah.
al-Kilabiyyah.
Maturidiyyah
-Tidak memiliki sifat diluar dzat-Nya ( sifat Allah qodim sama dengan qodimnya Allah). Kalam menurut Mu’tazilah adalah huruf-huruf yang teratur dan bunyi-bunyi yang jelas dan pasti, baik nyata maupun ghaib (makhluq) diciptakan dengan kehendak dan kekuasaan-Nya dan dilimpahkan dalm bentuk nyata seperti pada pohon ketika Allah berbicara dengan Nabi Musa
-Sifat berada diluar Zat-Nya dan sifat itu sama qadimnya dengan Zat-nya.Kalam Allah adalah sifat zat yang tidak terpisah, bukan makhluq bukan pula ilmu Allah, tidak qodim seperti allah melainkan dia kalam yang satu/tersendiri (bukan makhluk)
-Kalam adalah sifat yang satu/qodim melekat dengan Zat Allah seperti Maha Hidup. Allah menciptakan pengetahuan untuk bisa mendengar dengannya (bukan makhluq)
-Menetapkan adanya sifat tapi bukan didalam Zat-Nya tidak pula masuk pada zat-Nya sifat-sifat tersebut tidak punya eksistensi berdiri dari Zat-Nya (banyaknya sifat bukan berarti banyaknya yang qodim) . tentang kalam hamper sama dengan Kalabiyyah (bukan makhluk)
3 Perbuatan Manusia
Apakah manusia memiliki kebebasan dalam perbuatannya ataukah semua perbuatan manusia dikendalikan mutlak oleh Allah swt? Beliau membawa makna ayat ini pada makna yang hakiki; ancaman dan peringatan Qs. Al-Kahfi : 29, Qs. Fushilat : 40 Dzahir ayat berupa amar akan tetapi hakikatnya ancaman dan peringatan kepada yang melalaikan ajaran agama setelah datang al-Haq Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah Perbuatan manusia benar-benar perbuatannya bukan perbuatan Allah (Allah membuat manusia sanggup mewujudkan perbuatannya), Allah sang Pencipta segala perbuatan manusia manusia yang mewadahi dan memperoleh/ mengambil bahagian perbuatan (al-kasab), mengambil posisi kasb dan perbuatan manusia itu sama ciptaan Allah.
Maroji’
1. Al-Qur’an
2. Ali al-Shabuni Muhammad, Shafwah al-Tafaasir, Tafsir li Al-Qur’an al-Karim, (Beirut : 2002), Daar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke 1
3. Ali al-Shabuni Muhammad, Rowa’I al-Bayan Tafsir ayat al-Ahkam min Al-Qur’an, (Jakarta : 2001), Daar al-Kutb al-Islamiyyah, Cet ke 1
4. Ash-Shiddieqy M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta : 1954), Bulan Bintang, cet ke 10
5. Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta : Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Dosen Tafsir Hadits, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: 2003), TERAS
6. Suparta., M.A Drs. Munzier, Ilmu Hadits, (Jakarta ; 2006), Rajawali Pers cet ke 1
7. Nur al-Din ‘Itr Dr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, (Bandung : 1981), Daar al-Fikr, cet ke 3
8. Al-Shan’aniy, Subul al-Salaam, (Bandung : tt), Maktabah Dahlan, juz ke 1
9. abahmarasakti1954), Bulan Bintang, cet ke 14
10. .wordpress.com/…/perbandingan-aliran-tentang-dosa-besar-sifat-allah-perbuatan-manusia-dan-keadilan-allah/ -
11. www.akidahqu.co.cc/…/mutazilah-asal-usul-dan-ide-ide-pokok.html
12. . http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=22
13. Artikel PDF (ZIP)
14. Maktabah Syamilah, CD
15. http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1105&bagian=0
16. http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=4
Maroji’
1. Al-Qur’an
2. Ali al-Shabuni Muhammad, Shafwah al-Tafaasir, Tafsir li Al-Qur’an al-Karim, (Beirut : 2002), Daar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke 1
3. Ali al-Shabuni Muhammad, Rowa’I al-Bayan Tafsir ayat al-Ahkam min Al-Qur’an, (Jakarta : 2001), Daar al-Kutb al-Islamiyyah, Cet ke 1
4. Ash-Shiddieqy M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta : 1954), Bulan Bintang, cet ke 10
5. Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta : Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Dosen Tafsir Hadits, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: 2003), TERAS
6. Suparta., M.A Drs. Munzier, Ilmu Hadits, (Jakarta ; 2006), Rajawali Pers cet ke 1
7. Nur al-Din ‘Itr Dr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, (Bandung : 1981), Daar al-Fikr, cet ke 3
8. Al-Shan’aniy, Subul al-Salaam, (Bandung : tt), Maktabah Dahlan, juz ke 1
9. abahmarasakti1954), Bulan Bintang, cet ke 14
10. .wordpress.com/…/perbandingan-aliran-tentang-dosa-besar-sifat-allah-perbuatan-manusia-dan-keadilan-allah/ -
11. www.akidahqu.co.cc/…/mutazilah-asal-usul-dan-ide-ide-pokok.html
12. . http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=22
13. Artikel PDF (ZIP)
14. Maktabah Syamilah, CD
15. http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1105&bagian=0
16. http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=
Ushuluddin (TAfsir Hadits)
STAI Persis Bandung
SHAFWATU AL-TAFASIR TAFSIR LI AL-QURAN AL KARIM
(Karya : Muhamad Ali Al Shabuni)
Syekh Ali al-Shabuni Bersama Syekh Yusuf al-Qaradlawi ditetapkan sebagai Tokoh Muslim Dunia 2007 oleh DIQA. Nama besar Syekh Muhammad Ali al-Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil al-Shabuni. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 1347 H/1928 M alumnus Tsanawiyah al-Syari’ah. Syekh al-Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya yang masih belia, Al-Shabuni sudah hafal Alquran. Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian al-Shabuni.
Guru-gurunya
Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Jamil al-Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad al-Shama, Syekh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.
Aktivitas Pendidikan
Untuk menambah pengetahuannya, al-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar, al-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah al-Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949. Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.
Selepas dari Mesir, al-Shabuni kembali ke kota kelahirannya, beliau mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, al-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.
Di samping mengajar di kedua universitas itu, Syekh al-Shabuni juga kerap memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram. Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah. Kegiatan ini berlangsung selama sekitar delapan tahun.Setiap materi yang disampaikannya dalam kuliah umum ini, oleh al-Shabuni, direkam-nya dalam kaset. Bahkan, tidak sedikit dari hasil rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syekh ash-Shabuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.
Aktivitas Organisasi
Di samping sibuk mengajar, al-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al-Qur’an dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Shafwah al-Tafaasir”. Kitab tafsir Al-Qur’an ini merupakan salah satu tafsir terbaik, karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Al-Qur’an, Al-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini.
Pemikiran dan karya-karya
Beliau adalah sosok ulama mufasir yang kreatif, menulis beberapa tentang tafsir, diantaranya :
1. Rawa’I al-Bayan fi Tasair Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an
Kitab ini mengandung keajaiban tentang ayat-ayat hokum didalam Al-Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid besar, ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid ini, telah dapat menghimpun karangan-karangan klasik dengan isis yang melimpah ruah serta ide dan fikiran yang subur, stu pihak dan karangan-karangan modern debgan gaya yang khas dalam segi penampilan, penyususnan, dan kemudian uslub dipihak lain
Selain itu, M. Ali al-Shabuni telah Nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang keterusterangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektifan agama Islam mengenai pengertian ayat-ayat hokum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil-dalil beberapa orang musuh Islam yang menyalahgunakan penanya dengan mempergunakan dirinya dengan menyerang Nabi Muhammad saw., dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri (poligami). Dalam hubungan tersebut, pengarang kitab ini telah mengupas hikmah poligami dengan mendasarkan kupasannya kepada logika dan rasio, ditinjau dari beberapa segi juga dikupasnya masalah “hijab” (penutup badan bagi wanita), serta menyanggah dalam persoalan ini pendapat orang yang memperkenankan seorang wanita menampakan tangannya dan wajahnya dihadapan orang-orang lelaki yang bukan muhrim dengan alas an bahwa tangan dan wajah wanita tidak termasuk aurat. Beliau mengulangi pembahasan tersebut, ketika beliau membahas soal “hijab”. Beliau menolak pergaulan anatara lelaki dan perempuan bukan muhrim, dan mengambil bukti terhadap kebatilan pendapat-pendapat para pembela pergaulan bebas tersebut, dari keterangan keterangan tokoh-tokoh Barat sendiri dengan menambahkan pendapat-pendapat yang benar tentang terlarangnya pergaulan antara laki-laki dengan perempuan
2. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Al-Qur’an)
Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirosah Islamiyah di Makkah al-Mukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian kepadanya
3. Para Nabi dalam Al-Qur’an
Judul aslinya yaitu; al-Nubuwah wa al-Anbiya. Berbeda dengan buku yang sudah ada (sebagai) buku terjemahan, buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh M. Ali ali al-Shabuni .
4. Qabasun min Nur Al-Qur’an (cahaya al-Qur’an)
Judul asli buku ini dalam bahasa Arabnya adalah; Qabasun min Nur Al-Qur’an dan diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi; Cahaya Al-Qur’an. Kitab tafsir ini, diantaranya disajikan ayat-ayat Al-Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memeberikan kemaslahatan tesendiri yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain.adapun bentuk penyajiannya ialah ayat-demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik. System penyusunan kitab ini serupa dengan kitab Shafwah al-Tafasir. Keseluruhan kitab Qabasun Min Nur Al-Qur’an ini terdiri dari delapan jilid yang edisi Indonesia atau terjemahannya juga mengikuti kitab aslinya yang berbahasa Arab
Menurut kathur Suhardi, al-Sahabuni telah mengkompromikan antara atsar orang-orang salaf dan ijtihad orang-orang khalaf sehingga tersaji sebuah tafsir al-Ma’qul wa al-Ma’tsur, begitulah menurut istilah mereka, dan memeberikan berbagai hakikat yang menarik untuk disimak. Dengan begitu pembaca bisa melihat dua warna secara bersamaan.
5. Shafwah al-Tafasir
Salah satu tafsir al-Shabuni yang paling popular adalah Shafwah al-Tafasir, kitab ini terdiri dari tiga jilid didalamnya menggunakan metode-metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak menyulitkan para pembaca).
Ali al-Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yag lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul. Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan.
Al-Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, menurutnya ‘apabila seorang muslim terpesona kepada masalah-masalah duniawi tentu waktunya akan disibukan hanya untuk menghasilkan kebutuhan hidupn saja hari-harinya sedikit waktu untuk mengambil sumber referensi kepada tafsir-tafsir besar yang dijadikan referensi ulama sebelumnya dalam mengkaji kitab Allah Ta’ala, utuk menjelaskan dan menguraikan maksud ayat-ayatnya, maka diantara kewajiban ulama saat ini adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al-Qur’an dengan uslub yang jelas. Bayan yang terang, tidak terdapat banayak kalimat sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al-Qur’an yaitu unsure keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pemb9caraan, memenuhi kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al-Qur’an al-Karim’.
Kata al-Shabuni, ‘saya belum menemukan tafsir al-Kitabullah ‘Azza Wajalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah al-Karim saya berinama kitab ini : “Shafwah al-Tafasir” karena merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.
Adapun karya yang lainnya adalah :Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan
B. Deskripsi Umum Kitab Tafsir Shafwatu Al-Tafasir
1. Latar Belakang Penulisan
Sebuah karya, apapun jenisnya termasuk kitab tafsir dalam masa pembuatannya, pasti tidak dapat dimungkiri dari aspek kultur-sosial yang mengelilinginya. Hal itu yang sering menjadi latar dari terciptanya karya tersebut. Ada beberapa faktor yang mendasari dari lahirnya buah karya dari tangan-tangan telaten; permasalah jaman/kebutuhan pasar, pesanan penguasa, tuntutan ilmiah, eksplorasi murni dan lain sebagainya. Latar semacam ini yang mempengaruhi sebuah karya berorientasi sekaligus memberikan pancaran nilai yang dikandung. Pada tahun 1930 lahir sebuah karya tafsir dari tangan seorang ilmuwan kelahiran Aleppo yang menambah deretan khazanan ke-ilmu-an ke-Islam-an, yaitu “Shafwah Al Tafasir” yang disusun selama kurang lebih lima tahun sekaligus memberi kesan tersendiri bagi para sebagian kalangan ulama dan para pemerhati lainnya. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya karya yang dilahirkan Al Shabuni ini juga memiliki latar yang memberikan warna terhadap alur fikirannya dlam menafsirkan Al-Quran. Dari data yang didapat mengenai latar belakang penyususnan kitab ini beliau menyebutkan :
Mengikuti uswah ulama salaf yang menulis karya untuk menjunjung kalimatullah hiya al-‘ulya, member pemahaman terhadap kebutuhan umat dalam memahami agama.
Keberadaban Al-Quran itu sendiri yang kekal dengan penuh keajaiban-keajaiban, penuh dengan mutiara-mutiara kehidupan, senantiasa memicu akal untuk “bermain”, membuat hati resah jika tidak mengkajinya;
Kenyataan semua ilmu akan hilang dimakan jaman, kecuali ilmu Al-Quran akan tetap membuka ruang yang luas untuk dikaji bak hamparan lautan yang memerlukan penjabaran dari kalangan ahli ilmu (ulama) dengan kapasitas yang memadai guna untuk mengeluarkan manisnya kandungan Al-Quran;
Umat muslim lebih disibukan dengan urusan dunia, sedikit sekali hari-hari mereka yang dipergunakan untuk mengkaji kitab-kitab tafsir terutama kitab-kitab tafsir induk, sementara kewajiban ulama tetap mesti menjadi jembatan bagi pemahaman umat terhadap Al-Quran dengan memberikan kemudahan dalam mengkajinya;
Belum terdapat kitab tafsir pada masanya yang dapat memenuhi hajat umat, memicu semangat mereka.
Dari pemaparan beliau diatas nampaknya kita bisa melihat bagaimana sosio masyarakat yang ada ketika beliau menciptakan kitab tafsir ini. Jelas siapa yang menjadi sasaran serta bagaiman respon tafsirnya terhadap laju kultur dan kebutuhan lingkungan masyarakat dimana beliau berada.
2. Tujuan
Sudah barang tentu mempunyai faidah yang sangat tinggi dan berkedudukan mulia yang menjadi tujuan dari penulisan kitab ini. Kita bisa melihat dari kata sambutan yang terdapat dalam muqodimah kitab ini, tidak lebih dari tujuh ulama dan delapan termasuk beliau yang memberikan kata pengantar atau prolog. Sampai sekarang baru dapat diasumsikan hal-hal yang menjadi tujuan dari penulisan Shafwah Al Tafaasir ini :
Memeberikan pemaparan dan penjelasan dengan memepermudah gaya penyampaiannya
Memberikan faidah berupa jawaban-jawaban terhadap realita umat pada masanya.
3. Gaya Pembahasan/sistematika penulisan
Untuk memepermudah dari apa yang menjadi tujuan beliau dalam upaya memberi pencerahan dalam pemecahan permasalahan jaman maka gaya pembahasan yang beliau lakukan yaitu melalui tahapan-tahapan metode. Yaitu :
Mengumpulkan dan meng-intisari kitab-kitab tafsir induk serta mengambil argument yang paling shahih
Menyusun kategorisasi ayat-ayat untuk menjelaskan tiap-tiap permasalahan dalam surat dan ayat
Menafsirkan kandungan surat secara ijmali seraya menjelaskan maksud-maksudnya yang mendasar
Membahas munasabah antar ayat sebelum dan sesudahnya
Menjelaskan aspek kebahasaannya secara etimologi dan menjelaskan perbandingannya dengan pendapat ahli Bahasa Arab
Menjelaskan Sabab al Nuzul
Menjelaskan gaya bahasanya (balaghah)
Menjelaskan faidah-faidah dan hikmah-hikmah surat dan ayat
Memberikan istinbath
Pujian Ulama terhadap Kitab Al Shafatu Al Tafasir
1. Dr. Abdul Halim Mahmud (Rektor Universitas Al Azhar)
* Kitab Shafwah Al Tafsir bebas/moderat dari keberfhakan
* Mengambil pendapat ahli tafsir paling shahih
*Berupa ringkasan dan memiliki karakter memudahkan. Apabila seseorang menggunakan dari sebagian akalnya maka sungguh ia tidak akan ragu untuk mengambil kitab ini karena penyusunnya (Al Shabuni) mencurahkan tenaga, fikiran untuk menyesuaikan pilihannya dengan mengambil dari kitab-kitab tafsir induk yang bersumberkan kepada ilmu dan bashirah (mata batin)
2. Abdullah bin Humaid (Ketua majlis ta’lim dewan agung Masjidil Haram)
• Penyusun mencurahkan semua ijtihad dalam penyusunan kitab ini
• Penyusun memilih pendapat mufasir yang paling sahih
• Memilih tafsiran yang paling rajah
• Menggabungkan metode tafsir bil ma’tsur dan bil ma’qul
• Pemaparannya dengan menggunakan gaya bahasa yang jelas dan lugas
• Mengambil hadits-hadits yang mudah difahami
• Menyebutkan maksud asas-asas surat dengan ringkas
• Menjelaskan munasabah surat dan ayat
• Menjelaskan sababun nuzul surat dan ayat
• Menjelaskan tafsir ayat per ayat tanpa menjelaskan kandungan I’rabnya
• Mejelaskan kaitan ayat dengan mengambil istinbath
• Menjelaskan makna-makna ayat dari sudut balaghahnya
3. Syaikh Abul Hasan Ali Hasan Al Nadwi
* Kitab tafsir ini menunjukan dari berbagai keleluasaan ilmiyah; mulai dari tafsir, hadits, sirrah dan tarikh. Memudahkan para pembacanya, terutama pada masa sekarang lebih mendekati apa yang dibutuhkan pada pemecahan permasalahan-permasalahan kekinian sehingga orang akan melek terhadap beberapa pendapat , pandangan dan madzhab-madzhab. Oleh sebab itu, kitab ini besar faedahnya, mulya kedudukannya lantaran tidak hanya fikiran yang penulis curahkan melainkan waktu, tenaga, harta dan lain-lain
* Karya ini disusun dengan upaya penilaian ilmu tafsir yang cukup lama sehingga memberikan gambaran yang mendalam dari sisi kualitas tafsirnya
4. Dr. Abdullah ‘Umar Nashif
* Dalam rangka memahami ayat Al-Quran, kehadiran kitab tafsir ini memberikan kemudahan kepada umat dalam penyampaiannya, karena Allah swt telah mencurahkan kepada sahibul kitab ini hidayah taufiq.
4. Sumber-sumber
Dalam upaya menjelaskan maksud-maksud makna ayat dalam kitab tafsirnya ini, beliau mengambil berbagai rujukan dari kitab-kitab tafsir ulama salaf :
• Dalam menjelaskan sisi kebahasaan beliau mengambil beberapa rujukan, seperti: al-Zamakhsyari, tafsir al-Baidlawi, Mu’jam li al-fadz Al-Qur’an milik al-Raghib al-Asfahaniy, al-Harawi, al-Khothobi, Ibn Faris, Tsa’lab, al-Hajjaj, al-Asma’iy, al-Fara’, Bahr al-Muhith, al-Mishbah, Kasyf al-Ma’ani tafsir Ibn Jama’ah, al-Kasyasyaf, Majaz al-Qur’an, Tahdzib al-Lughah, al-Shihah milik al-Jauhari, al-Qomus, al- Shawi ‘ala al-Jalalain, Lisan al-‘Arab, dll
• Dalam menafsirkan ayat beliau mengambil beberapa rujukan, seperti pendapat/fatwa sahabat; seperti Ibn ‘Abbas, tafsir Ibn Katsir dan mukhtasharnya, Tafsir Abu Su’ud, Ashab al-Sunan, tafsir al-Thabari dan beberapa penafsir lain termasuk mufassir yang beliau ruju’ dalam menjelaskan sisi kebahasaan
• Dalam menjelaskan sisi munasabah, diantaranya beliau merujuk tafsir Abu Su’ud
• Dalam menjelaskan sisi balaghah diantaranya beliau merujuk pendapat Sahabat Sa’ad, ulama ahli bahasa, seperti al-Raghib, mufassir, seperti Talkhish al-Bayan milik al-Ridha, al-Futuhat, al-Tafsir al-Kabir, Talkhis al-Bayan, Rawai’ al-Bayan dll
• Dalam sisi sabab al-Nuzul, diantaranya beliau merujuk pendapat sahabat Ibn ‘Abbas, Zad al-Maisir, Asbab al-Nuzul milik al-Wahidi, al-Bukhari dll
• Dalam sisi fawaid, diantaranya beliau meruju’ pada perkataan sahabat seperti Ibn ‘Abbas, Ibn Mas’ud; tabi’in, seperti Imam Mujahid, mufassir seperti al-Qurthubiy, al-Qusyairiy, Mahasin al-Ta’wil, tafsit al-Qasimi, al-Tashil fi ‘Ulum al-Tanzil, Irsyad al-‘Aql al-Salim, al-Tashil milik Ibn al-Jizi, al-Tahqiq al-Mufashal, al-Dur al-Mantsur, Ibn al-Mardawaih, al-Bazar, al-Thabrani dll
C. Kecenderungan Teologis
Mengingat penulis kitab shafwatu Al-Tafasir adalah seorang ulama yang hidup pada masa dimana aliran-aliran teolog telah ada (sementara belum muncul lagi aliran teolog yang baru), maka sudah dipastikan aliran pemahaman teologisnya akan mengikuti atau sefaham dengan para aliran teolog pendahulunya. Dibawah kami akan cantumkan beberapa ayat Al-Quran yang mendeskripsikan arus pemikiran faham teologi keberfihakannya.
1. Tentang Dosa Besar (Q.s Al- Maidah 44)
Ayat ini beliau tafsirkan; “Barang siapa yang bertahkim dengan selain syari’at Allah maka orang tersebut adalah kafir”
2. Tentang pahala dan siksaan (Qs. Al-Nisa : 116)
Ayat ini beliau tafsirkan : “Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain syirik kepada orang yang dikehendaki-Nya”.
3. Tentang sifat Tuhan (Qs. Al- An’am : 103 : )
انكم سترون ربكم كما ترون هدا القمر لا تضا مون فى رؤيته…….. “
Dari ketiga tema pembahasan diatas kita belum bisa berasumsi final terkait kecenderungan paham beliau dalam urusan teologi mengingat tidak terdapatnya perbandingan antara sesama paham dalam aliran teologi yang telah ada. Dibawah kami sajikan data-data berupa perbandingan tafsir beliau dengan pemahaman aliran paham teologi, yaitu sebagai berikut:
D. Kecenderungan Fiqih
Sebagaimana diketahui, fikih memebicarakan banyak hal terkait perkembangan ibadah yang telah jelas nashnya didalam Al-Quran dan As Sunnah, namun diantaranya masih terdapat ruang untuk bisa ijtihad terhadapnya. Disini para fuqoha banyak melakukan kajian secara mendalam, sehingga diantaranya terlahirlah berbagai macam aliran seiring perbedaan manhaj dan thuruq yang mereka lakukan, dan pada perkembangannya, upaya fuqoha ini menjadi madzhab yang berdiri diatas khazanah ilmu-ilmu ke-Islaman. Sebagaimana diatas, disisnipun akan disajikan beberapa penafsiran beliau terkait ayat-ayat yang dipandang padanya mengandung fiqih, serta kalaupun juga dimungkinkan aspek kecenderungan aliran fiqih beliau. Yaitu sebagai berikut :
1. Tentang Basmalah, apakah ia termasuk bagian ayat dalam Al-Quran?
Dalam membahas maslah ini beliau mengemukakan tiga pendapat imam madzhab :
a. Syafi’iyah
Syafi’iah beristidlal dengan dalil-dalil naqli dan aqli yang menyatakan bahwa basmalah termasuk kedalam surat alfatihah dan semua surat dalam Al-Quran kecuali surat al Taubah. Dalil-dalil naqli tersebut adalah :
Pertama : hadits yang diriwayatkan Imam Daroquthni yang diterima dari sahabat Abu Hurairah, Nabi saw bersabda : “apabila kalian membaca “Alhamdulillahi robb al‘alamin” maka bacalah “Bismillahirrahmaniorrahim” karena sesungguhnya ia Ummu Al-Quran, Ummu al-Kitab, Sab’u al-Matsani. Dan Bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayat yang termasuk kedalamnya”.
Kedua, hadits yang diriwayatkan Imam al-Tirmidzi yang beliau terima dai sahabat ibnu Abbas ra, beliau menerangkan bahwasanya Rosulullah saw memulai shalat dengan Bismillahirrahmanirrahim”
Ketiga, hadits yang diriwayatkan dari Imam al-Bukhori yang diterima dari sahabat Anas ra bahwasanya beliau ditanya tentang bacaan Rosulullah saw, beliau menjawab : “adalah bacaan beliau bernada panjang-pnjang……” lantas beliau membacanya (Bismillahirrahmanirrahim*alhamdulillahirabbilalamin*arrahmanirahim*malikiyaumidin)
Adapun dalil ‘aqli yang dijadikan hujjah oleh syafi’iyah adalah : mushaf al Imam dituliskan padanya basmalah pada surat al-fatihah dan semua surat dalam Al-Quran kecuali surat al-Taubah, demikian pula basmalah dicantumkan dalam mushaf-mushaf yang disebar keberbagai Negara, dengan asumsi bahwa mutawatir hukumnya, bahwa dikalangan para sahabat sepakat untuk tidak menuliskan sesuatu dalam Al-Quran yang selain Al-Quran…..
b. Malikiyah
Mereka beristidlal bahwa basmalah bukan termasuk ayat dalam surat al-fatihah, dan bukan pula termasuk dalam surat diseluruh Al-Quran, hanya saja penulisan basmalah tersebut berupa “tabarruk” (meminta berkah). Beliau mengemukakan beberapa dalil :
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat ‘Aisyah ra, beliau berkata : “ adalah Rosululloh saw memulai shalat dengan takbir, dan membaca ‘Alhamdulillahirobbilalamin’”
Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Shahihain dari sahabat Anas ra, beliau berkata : “aku shalat dibelakang Rosululloh, Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, mereka memulai bacaan shalat dengan ‘Alhamdulillahirobbilalamin’”
c. Hanafiyah
Golongan Hanafiyah memandang bahwa pencantuman basmalah pad mushaf menunjukan bahwa ia adalah termasuk bagian Al-Quran, akan tetapi tidak menunjukan ia merupakan bagian ayat dalam seluruh surat pada Al-Quran. Beberapa hadits yang menunjukan tidak dijaharkannya basmalah ketika membaca alfatihah pada shalat jahar itu menunjukan bahwa ia bukan termasuk alfatihah. Mereka mengambil kesimpulan bahwa basmalah termasuk ayat yang sempurna yang merupakan bagian dari ayat Quran, sementara selain pada surat Al-Naml hanyalah merupakan Fa\silatu al suwar. Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan dalil :
Pertama, hadits riwayat abu Daud dari beberapa orang sahabat, mereka berkata : “kami tidak mengetahui ketentuan untuk surat-surat sehingga turun ayat “bismillahirrahmanirrahim”
Kedua, hadits riwayat imam al hakim dan abu Daud dari ibnu Abbas ra, : “bahwasanya keadaan Rosulullah saw tidak mengetahui fashilah surat-surat sampai turun ayat “bismillahirrahmanirrahim”
Pada kasus ini Ali al-Shabuni lebih cenderung kepada madzhab Hanafiyah. Pengakuan ini dapat kita lihat dalam kitab Rowai’ul Bayan Tafsiru Ayuatil Ahkam Minal Quran, (Beirut : 2002), Daar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke 1, Juz 1, hlm. 40 beliau mengungkapkan :
“setelah dihadirkan beberapa dalil dan istidlal dari setiap kelompok madzhab, maka kami berkesimpulan : semoga apa yang menjadi pendapat Hanafiyah adalah pendapat yang paling rojih dari pendapt-pendapat yang lainnya, karena ia merupakan penengah dari dua pendapat sebelumny yang berlawanan”
2. Tentang maksud had dzimmi muhson
Dalam pembahasan ini beliau hanya mengemukakan dua pendapat saja :
a. Hanafiyah
Pertama, Hadits riwayat Ishaq ibnu Rohawaih dan al Daroquthni dari sahabat Ibn ‘Umar, tentang: “ barang siapa yang musyrik kepada Allah maka tidak termasuk kategori muhson, para sahabat berkata : yang disebut dengan muhson adalah “al rojmu” (rajam). Adapun nabi pernah merajam para yahudi adalah berdasarkan hukum taurot”.
Kedua, mereka beristidlal juga bahwa ihson alqodzfu (dalam Islam) disepakati secara ijma, demikian pula ihson al-rojmi.
Ketiga, mereka berpendapat, bahwa menyempurnakan nikmat hak sesama muslim adalah lebih agung, maka oleh sebab itu hukum perdata lebih ditekankan dan balasannya pun diperberat. Mereka beristidlal dengan ayat “wahai istri-istri Nabi barang siapa diantara kalian yang melakukan kejelekan yang nyata maka kelak akan mendapat balasan yang berlipat ganda”
b. Syafi’iyah
Pertama, mereka beristidlal dengan umumnya sabda nabi :”apabila mereka menerima jizyah maka jizyah itu untuk mereka bukan untuk kaum muslimin, dan demikian juga dosanya untuk mereka dan bukan untuk kaum muslimin”
Kedua, tentang hadits :”barang siapa yang musyrik kepada Allah maka bukan termasuk muhson”. Hanya saja yang dimaksud dengan muhson diatas adalah bukan menerangkan siksaan untuk qodzaf musyrik sebagaimana wajib memperlakukan terhadap qodzaf muslim yang lemah.
Ketiga, sesungguhnya pezina kafir sebagaimana yang berzina dari kalangan muslim dalam hal membutuhkan al jzru, oleh sebab itu maka ia pun dirajam.
Pada pembahasan ini, Ali Al Shabuni mengambil pendapat Imam al-Syafi’i. Beliau mengatakan :
“semoga apa yang menjadi pendapat Syafi’iyah lebih rojih dikarenakan kuatnya dalil-dalil mereka tentang perbuatan Rosul merajam orang Yahudi”.
Wallahu ‘alam
MENEMUKAN KECENDERUNGAN FIQIH IMAM ALI AL-SHABUNI
DALAM KITAB TAFSIRNYA “SHAFWAH AL-TAFASSIR” DENGAN MENGAMBIL 3 CONTOH MASALAH
DAN PERBANDINGANNYA
DENGAN KITAB “ROWA’I AL-BAYAN TAFSIR AYAT AL-AHKAM MIN AL-QUR’AN”
No Tema SHAFWAH ROWA’I AL-BAYAN
Masalah Madzhab yangdiambil Dalil Produk fiqih Perbandingan Produk Fiqih Ket
1 Basmalah Tidak membawa permasalahan fiqih Apakah basmalah termasuk pada ayat al-Qur’an Hanafiyyah Riwayat Abu Daud al-Hakim, al-Jashash Termasuk ayat dalam seluruh surat pemisah, bukan ayat dalam al-Fatihah Syafi’iyyah, Malikiyyah Termasuk ayat Fatihah dan ayat seluruh surat
Hukum membaca Basmalah dalam shalat Hanafiyyah Idem Sir dalam setiap roka’at Imam Malik, Syafi’I, Ahmad Terlarang, sir /jahar, jahar dalam shlat yang dijaharkan-sir dalam shalat yang di sirkan, sir
Wajibkah membaca fatihah dalam shalat? Jumhur (Imam Malik, Syafi’I, Ahmad) Riwayat Sittah Syarat sah shalat Imam Abu Hanifah dan al-Tsauriy Tidak batal, tetap diberi pahala tanpa membaca fatihah, wajib membaca surat minimal Qishar atau Thawilah
Apakah ma’mum wajib membaca Fatihah dibelakang imam? Menyajikan 4 pendapat ulama fiqih (Abu Hanifah, Malik, Syafi’I, Ahmad)
2 Kedudukan sihir dalam syari’at Idem Apakah sihir benar-benar ada dan terjsdi pada masa sekarang? Jumhur (ahlu sunnah wal jama’ah) Qs : 2 : 102, 113 : 4 HR. al-Nasa’I, Shahihain Sihir benar-benar ada dan terjadi Mu’tazilah dan sebagian ahli sunnah Sihir tidak ada, tipuan, sesat Masalah ini juga masuk pada paham teologi
Apakah boleh belajar dan mengajarkan sihir? Menyajikan pendapat jumhur dan al-Razi HR. Bukhari Muslim, Haram, boleh
Apakah mesti dibunuh pelaku sihir? Menyajikan pendapat imam fiqih (Abu Hanifah, Malik, Syafi’I, Ahmad) naqli Kufur (pesihir ahli kitab sama dengan pesihir muslim); boleh dibunuh. Kufur, harus dibunuh pesihir muslim tdk pesihir ahli kitab. Tidak kufur tidak boleh dibunuh. Kufur boleh dibunuh boleh tidak
3 Nasakh dalam Al-Qur’an Idem Apakah nasakh terjadi dalam syari’at samawiy? Jumhur Qs. 2 : 106, 142, 143, 234, 240, 16 ; 101, 8 ; 65, 66 ya ada, boleh, terjadi Abu Muslim Tidak ada/ tidak boleh, tidak terjadi
Apa yang termasuk macam-macam nasakh dalam Al-Qur’an Mengemukakan pendapat sendiri Nasakh tilawah dan hukum bersamaan, nasakh tilawah hukum tetap ada, nasakh hukum tilawah tetap ada Mengambil penjelasa imam fakhr al-Razi
Apakah boleh nasakh al-Qur’an dengan Sunnah? Jumhur (Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad) Qs. 2 ; 180, 24 ; 2, 53 : 3 Boleh nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan Sunnah Imam Syafi’i Tidak mesti nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tidak boleh dengan Sunnah
Apakah boleh nasakh dengan yang lebih berat/sulit? Pendapat sendiri Al-Qur’an dan Hadits Boleh, Mengambil contoh kasus had zina yang dipenjara dan dirumah menjadi jilid dan ranjam, shaum ‘asyura menjadi shaum ramadhan, shalat yang asalnya 2 raka’at menjadi 4 raka’at kaum Tidak boleh
Apakah terdapat nasakh dalam akhbar? Menyajikan pendapat jumhur,Ibnu Jarir, al-Qurthubiy Qs. 2 : 106 Tidak ada
MENEMUKAN KECENDERUNGAN TEOLOGI IMAM ALI AL-SHABUNI
DALAM KITAB TAFSIRNYA“SHAFWAH AL-TAFAASIR” SEPUTAR DOSA BESAR, SIFAT ALLAH, PERBUATAN MANUSIA, KEADILAN ALLAH
DAN PERBANDINGANNYA DENGAN PAHAM-PAHAM ALIRAN TEOLOGI ISLAM
No Tema Masalah SHAFWAH PAHAM ALIRAN TEOLOGI
Madzhab yang diambil Dalil Produk Pemikiran Teologi Perbandingan Produk Pemikiran Teologi Ket
1 Dosa Besar -Penentuan seseorang yang melakukan dosa besar, apakah masih disebut mukmin atau sudah dikategorikan sebagai kafir
-Dimana posisi ashab al-‘Araf -Khowarij
-Murji’ah , Asy’ariyah & Maturidiyah -Qs. Al-Nisa : 92, pendapat jumhur, Ibnu ‘Abbas.
-Qs. Al-‘Araf : 46, Qs. Al-Hadid : 13, para mufassir, qotadah, Abu Hayyan, al-Alusi -Jika menganggap halal membunuh orang mu’min maka kafir balasannya neraka jahannam selama-lamanya
-Ashab al-‘Araf : satu kaum yang seimbang antara kebaikan dan kejelekannya, bukan termasuk ahli surga juga ahli neraka, ditampatkan dalam suatu tempat sampai menunggu keputusan Allah -Khowarij, Mu’tazilah, Murji’ah, Asy’ariyah & Maturidiyah. - Kafir (masuk neraka selamanya), Bukan kafir bukan mu’min (manzilah baina manzilataini), Belum kafir (dosa besarnya diserahkan kepada Allah), Tetap mu’min tapi karena dosanya ia fasiq,
2 Sifat Allah
Apakah Allah memiliki sifat, apakah sifat Allah qodim? -Mengambil pendapat umum dari berbagai pandangan aliran teologi (tanpa membawa pada permasalahan apakah dia makhluk atau bukan, qodim tidaknya) -Qs. al-Nisa : 164, Imam Tsa’lab (ahli bahasa)
-takliman; tidak mungkin dia melainkanucapan yang terdengar dari Allah swt -Mu’tazilah, jahmiyah , sebagian Zaidiyah dan Imamiyyah dan sebagian Khowarij.
Asy’ariyah.
al-Kilabiyyah.
Maturidiyyah
-Tidak memiliki sifat diluar dzat-Nya ( sifat Allah qodim sama dengan qodimnya Allah). Kalam menurut Mu’tazilah adalah huruf-huruf yang teratur dan bunyi-bunyi yang jelas dan pasti, baik nyata maupun ghaib (makhluq) diciptakan dengan kehendak dan kekuasaan-Nya dan dilimpahkan dalm bentuk nyata seperti pada pohon ketika Allah berbicara dengan Nabi Musa
-Sifat berada diluar Zat-Nya dan sifat itu sama qadimnya dengan Zat-nya.Kalam Allah adalah sifat zat yang tidak terpisah, bukan makhluq bukan pula ilmu Allah, tidak qodim seperti allah melainkan dia kalam yang satu/tersendiri (bukan makhluk)
-Kalam adalah sifat yang satu/qodim melekat dengan Zat Allah seperti Maha Hidup. Allah menciptakan pengetahuan untuk bisa mendengar dengannya (bukan makhluq)
-Menetapkan adanya sifat tapi bukan didalam Zat-Nya tidak pula masuk pada zat-Nya sifat-sifat tersebut tidak punya eksistensi berdiri dari Zat-Nya (banyaknya sifat bukan berarti banyaknya yang qodim) . tentang kalam hamper sama dengan Kalabiyyah (bukan makhluk)
3 Perbuatan Manusia
Apakah manusia memiliki kebebasan dalam perbuatannya ataukah semua perbuatan manusia dikendalikan mutlak oleh Allah swt? Beliau membawa makna ayat ini pada makna yang hakiki; ancaman dan peringatan Qs. Al-Kahfi : 29, Qs. Fushilat : 40 Dzahir ayat berupa amar akan tetapi hakikatnya ancaman dan peringatan kepada yang melalaikan ajaran agama setelah datang al-Haq Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah Perbuatan manusia benar-benar perbuatannya bukan perbuatan Allah (Allah membuat manusia sanggup mewujudkan perbuatannya), Allah sang Pencipta segala perbuatan manusia manusia yang mewadahi dan memperoleh/ mengambil bahagian perbuatan (al-kasab), mengambil posisi kasb dan perbuatan manusia itu sama ciptaan Allah.
Maroji’
1. Al-Qur’an
2. Ali al-Shabuni Muhammad, Shafwah al-Tafaasir, Tafsir li Al-Qur’an al-Karim, (Beirut : 2002), Daar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke 1
3. Ali al-Shabuni Muhammad, Rowa’I al-Bayan Tafsir ayat al-Ahkam min Al-Qur’an, (Jakarta : 2001), Daar al-Kutb al-Islamiyyah, Cet ke 1
4. Ash-Shiddieqy M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta : 1954), Bulan Bintang, cet ke 10
5. Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta : Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Dosen Tafsir Hadits, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: 2003), TERAS
6. Suparta., M.A Drs. Munzier, Ilmu Hadits, (Jakarta ; 2006), Rajawali Pers cet ke 1
7. Nur al-Din ‘Itr Dr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, (Bandung : 1981), Daar al-Fikr, cet ke 3
8. Al-Shan’aniy, Subul al-Salaam, (Bandung : tt), Maktabah Dahlan, juz ke 1
9. abahmarasakti1954), Bulan Bintang, cet ke 14
10. .wordpress.com/…/perbandingan-aliran-tentang-dosa-besar-sifat-allah-perbuatan-manusia-dan-keadilan-allah/ -
11. www.akidahqu.co.cc/…/mutazilah-asal-usul-dan-ide-ide-pokok.html
12. . http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=22
13. Artikel PDF (ZIP)
14. Maktabah Syamilah, CD
15. http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1105&bagian=0
16. http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=4
Maroji’
1. Al-Qur’an
2. Ali al-Shabuni Muhammad, Shafwah al-Tafaasir, Tafsir li Al-Qur’an al-Karim, (Beirut : 2002), Daar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke 1
3. Ali al-Shabuni Muhammad, Rowa’I al-Bayan Tafsir ayat al-Ahkam min Al-Qur’an, (Jakarta : 2001), Daar al-Kutb al-Islamiyyah, Cet ke 1
4. Ash-Shiddieqy M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta : 1954), Bulan Bintang, cet ke 10
5. Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta : Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Dosen Tafsir Hadits, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: 2003), TERAS
6. Suparta., M.A Drs. Munzier, Ilmu Hadits, (Jakarta ; 2006), Rajawali Pers cet ke 1
7. Nur al-Din ‘Itr Dr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, (Bandung : 1981), Daar al-Fikr, cet ke 3
8. Al-Shan’aniy, Subul al-Salaam, (Bandung : tt), Maktabah Dahlan, juz ke 1
9. abahmarasakti1954), Bulan Bintang, cet ke 14
10. .wordpress.com/…/perbandingan-aliran-tentang-dosa-besar-sifat-allah-perbuatan-manusia-dan-keadilan-allah/ -
11. www.akidahqu.co.cc/…/mutazilah-asal-usul-dan-ide-ide-pokok.html
12. . http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=22
13. Artikel PDF (ZIP)
14. Maktabah Syamilah, CD
15. http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1105&bagian=0
16. http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=
Sabtu, 26 Mei 2012
Merunduk Kala di Puncak Ilmu : Habib Husein bin Abdullah al-Hamid
Di satu sisi, ia adalah seorang ulama berpengetahuan yang luas. Di sisi yang lain, ia adalah seorang waliyullah yang bermaqam tinggi. Akan tetapi, kedua kelebihan itu tertutupi oleh sikap tawadhu’ (rendah hati)-nya
Samudera Hindia sedang tidak ramah. Saat itu, sebuah kapal yang mengarah ke Haramain mendadak berhenti. Mesin penggeraknya rusak. Tak ayal, seluruh penumpang takut dan panik.
Di tengaah situasi tak menentu itu, seorang Habib dengan wajah teduh naik ke atas dak. Di situ ia kemudian merapalkan doa dan bertawasul kepada wali penguasa daerah yang dipijak itu.
Sebentar kemudian, ia menyaksikan sosok Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf (Gresik) di tengah hamparan gelombang, tersenyum padanya. Usai pemandangan itu lenyap, ia mendengar kapten kapal memberikan pengumuman bahwa mesin kapal sudah normal dan kapal siap melanjutkan perjalanan kembali.
Kisah di atas adalah secuplik perjalanan hidup Habib Husein bin Abdullah al-Hamid. Dialah sosok Ha¬bib yang bertawasul ditengah lautan. Ketika peristiwa itu terjadi, ia tengah dalam perjalanan haji bersama isterinya.
Habib Husein lahir pada 21 Ramdhan 1301 Hijriyah di kota Amed, Hadramaut, Yaman. Sejak kecil ia su¬dah menunjukkan keistimewaan-keistimewaan di banding bocah-bocah sepantarannya. Ia adalah cucu Habib Sholeh bin Abdullah al-Hamid, wali qutub yang masyhur di kota Amed.
Dalam pendidikan. Habib Husein mula-mula belajar qiroah al-Qur’an pada Syekh Muhammad bin Umar Balmahdi di kota Amed. Lalu, ia menaiki jenjang pengetahuan dengan mempelajari dasar-dasar fikih pada Habib Ahmad bin Abdullah bin Salim al-Kaff dan Habib Muhammad bin Ahmad al-Musawa.
Ia juga menimba pengetahuan kepada dua putra Habib Sholeh bin Abdullah al-Atlas, seorang wali besar yang manakibnya terperinci dalam kitab Tajul A’rasy, yakni Habib Muhammad bin Sholeh dan Habib Umar bin Sholeh. Selain kepada mereka, selama di Hadramaut, ia juga belajar kepada Habib Muhammad bin Ahmad al-Attas dan saudaranya, Habib Husein bin Ahmad al-Attas.
Selanjutnya, Habib Husein bersafar ke Haramain guna menunaikan ibadah Haji dan Umrah serta berziarah ke makam datuk teragungnya, Sayyidil Kaunain, Rasulullah SAW.
Usai berhaji dan ziarah, Habib Husein tak langsung beranjak pulang ke Hadramaut. Ia menetap dulu di Mekkah selama tiga tahun, ia masih ingin meredakan dahaganya dengan meneguk ilmu-ilmu dari para masyayikh Haramain. diantaranya adalah Syekh Umar bin Abu Bukar Bajunaid dan Syekh Muhammad bin Abi Mujahid.
Selama mukim di Mekkah, Habib Husein tinggal di Rubat Sadah. Kebetulan juga saat itu Habib Ahmad bin Abdullah al-Kafff, guru Habib Husein sewaktu di Hadamraut, juga sedang tinggal di Rubat itu untuk beberapa lama. Maka, kesempatan emas ini tak disia-siakan oleh Habib Husein. Ia menggali lebih dalam lagi pengetahuan gurunya itu. Dan selama di Rubat itu pula, Habib Husein mendapatkan bimbingan khusus dari sang guru.
Setelah genap tiga tahun bermukim di Mekkah, Habib Husein berhasrat meneruskan kelananya ke pulau Jawa. Dan kota pertama yang dituju adalah Bojonegoro, Jawa Timur. Di kota ini, Habib Husein tinggal di rumah Syekh Abdullah Bayaksyud, seorang Hadrami yang juga berasal dari daerah Wadi Amed.
Rumah Syekh Bayaksyud ternyata memiliki arti tersendiri dalam lembaran sejarah Habib Husein. Sebab, di rumah itulah ia untuk pertama kalinya bertemu syekh futh-nya, Habib Abdul Qadir bin Alwi bin Idrus as-Segaf.
Kronologisnya begini, selang tidak seberapa lama setelah Habib Husein menumpang di rumah Syekh Bayaksud, Habib Abdul Qadir bin Alwi seorang ulama besar asal Sewun yang tinggal di Tuban, tiba di Bojonegoro dan mampir di rumah itu. Tak disebutkan dengan jelas, untuk tujuan apa beliau datang di kota itu. Yang jelas, dalam kesempatan itu, Syekh Bayaksyud memperkenalkan Habib Husein kepada Habib Abdul Qadir bin Alwi.
Pertemnan itu berbuntut manis. Pasalnya, dari situ Syehk Bayaksud mengusahakan pernikahan Habib Husein dengan salah satu cucu Habib Abdul Qadir, Hababah Shalihah binti Idrus bin Salim bin Syekh Abu Bakar. Dan usaha ini berhasil. Akhirnya Habib Husein pun menjadi menantu wali qutub yang mastur tersebut.
Setelah menikah, Habib Husein tinggal bersama mertuanya di kawasan Kutorejo, Tuban, Jawa Timur. Baru setelah Habib Abdul Qadir meninggal, ia boyongan ke rumahnya sendiri yang bersahaja di tempat yang tak jauh dari rumah mertuanya tersebut.
Belakangan Habib Husein memiliki rumah lagi di kota Tayu dan Pati, Jawa Tengah, Rumah yang di Tayu didiami oleh isteri beliau yang bernama Syarifah Maryam binti Abdurrahman al-Qadri, sementara rumah yang di Pati didiami oleh isterinya yang lain, Syarifah ‘Aisyah binti Husein al-Aidarus.
Selama di Indonesia, Habib Husein masih menyempatkah diri mengasah pengetahuanya. Diantaranya kepada syekh fath-nya yang notabene mertuanya sendiri, Habib Abdul Qadir bin Alwi as-Segaf. Juga kepada para pembesar Habaib Jawa di masa itu, antara lain Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Surabaya), Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Attas (Pekalongan), Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas (Bogor), Habib Muhammad bin al-Muhdhar (Bondownso), Habib Segaf bin Alwi as-Segaf dan Habib Alwi bin Thahir al-Haddad (Bogor).
Habib Husein juga tercatat pernah menjadi murid Syekh al-Mu’ammar Abdul Qadir Syawi’. Namun sejatinya, guru yang paling banyak memberikan suapan pengetahuan fikih dan tasawuf pada Habib Husein adalah Habib Abu Bakar bin Muhammad Bafakih, seorang allamah kota Tuban yang dikenal keras dan tegas,
Habiib Husein adalab sosok ulama yang ‘abid (genar beribadah). Ia Zuhud dari gemerlap dunia. Jiwa sosialnya tinggi. Ia sangat memperhatikan keadaan fakir miskin dan para janda. Ia pun tak segan mengulurkan tangan untuk mereka meski keadaannya sendiri boleh dibilang pas-pasan.
Ulama yang satu ini juga dikenal sangat pendiam. Mengambil ungkapan orang Jawa, ia takkan bicara kalau belum ditabuh. Tapai kalau sudah bicara, butir-butir ilmu yang penuh hikmah akan bersemburatan dari pucuk-pucuk lisannya.
Memang shahih, ilmu Habib Husein sangat tinggi. Ia adalah lautan ilmu, demikian tutur Habib Zein bin Abdullah al-Kaff, menantu Habib Husein. Kala menghadiri rauhah (majelis telaah kitab), Habib Husein selalu diminta memberikan fatwa-fatwa.
Dalam menguraikan permasalahan fikih, Habib Husein tak jarang meloncat-loncat dari satu mazhab ke mazhab lain. Itu adalah bukti keluasan fikihnya. Adapun dalam ranah tasawuf, setali tiga uang, sama-sam dalamnya. Ia bersama menantunya, Habib Zein al-Kaff, sering terlibat dalam pendirian madrasah-madrasah. Ya, hidupnya memang untuk ilmu.
Kedalaman ilmu Habib Husein diakui oleh para ulama sejamannya. Termasuk Habib Ali bin Husein al-Attas atau yang lebih kondang dipanggil Habib Ali Bungur. Pernah Habib Ali mengajak Habib Husein berdiskusi membahas kitab al-futuhat karya Syekhu Ibnu al-‘Arabi. Habib Husein diketahui sangat menguasai kitab ini. “Aku pernah dengar salaf melarang membaca kitab ini.” Ungkap Habi Ali menyimpan tanya. “Sebenarnya membaca diwan-diwan Imam al-Haddad sudah cukup. Sebab, diwan beliau adalah syarah karya Ibnu ‘Arabi itu.” Jelas Habib Husein.
Potret pribadi Habib Husein adalah ibarat padi, semakin berisi semakin rendah menunduk. Ilmu yang menumpuk tidaklah membuat sosok Habib Husein pongah. Sebaliknya, Ia semakin tawadhu’. Demikian pula saat ia meraih maqam wilayah (kewalian)-nya, ia tidak pernah sekalipun memperlihatkan karomah-karomahnya bahkan ia selalu berusaha menutup-nutupinya. Kisah di atas hanyalah secuil yang lolos dari pengamatannya.
Habib Husein berplunag ke rahmatullah pada hari Sabtu 8 Muharram 1382 Hijriyah di Gresik, di kediaman Habib Zein bin Abdullah al-Kaff. Dan sesuai wasiatnya, ia dikebumikan di kota Surabaya disebelah makan istrinya, Syarifah Shalihah binti Idrus bin Salim bin Syekh Abu Bakar. Perhelatan haulnya dibarengkan dengan haul menantunya, Habib Zein. Biasa dihelat tiap akhir tahun dikawasan jalan pertukangan, Surabaya. (Syamsul)
Sumber: Majalah Cahaya Nabawiy Edisi Pebruari 2009
Samudera Hindia sedang tidak ramah. Saat itu, sebuah kapal yang mengarah ke Haramain mendadak berhenti. Mesin penggeraknya rusak. Tak ayal, seluruh penumpang takut dan panik.
Di tengaah situasi tak menentu itu, seorang Habib dengan wajah teduh naik ke atas dak. Di situ ia kemudian merapalkan doa dan bertawasul kepada wali penguasa daerah yang dipijak itu.
Sebentar kemudian, ia menyaksikan sosok Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf (Gresik) di tengah hamparan gelombang, tersenyum padanya. Usai pemandangan itu lenyap, ia mendengar kapten kapal memberikan pengumuman bahwa mesin kapal sudah normal dan kapal siap melanjutkan perjalanan kembali.
Kisah di atas adalah secuplik perjalanan hidup Habib Husein bin Abdullah al-Hamid. Dialah sosok Ha¬bib yang bertawasul ditengah lautan. Ketika peristiwa itu terjadi, ia tengah dalam perjalanan haji bersama isterinya.
Habib Husein lahir pada 21 Ramdhan 1301 Hijriyah di kota Amed, Hadramaut, Yaman. Sejak kecil ia su¬dah menunjukkan keistimewaan-keistimewaan di banding bocah-bocah sepantarannya. Ia adalah cucu Habib Sholeh bin Abdullah al-Hamid, wali qutub yang masyhur di kota Amed.
Dalam pendidikan. Habib Husein mula-mula belajar qiroah al-Qur’an pada Syekh Muhammad bin Umar Balmahdi di kota Amed. Lalu, ia menaiki jenjang pengetahuan dengan mempelajari dasar-dasar fikih pada Habib Ahmad bin Abdullah bin Salim al-Kaff dan Habib Muhammad bin Ahmad al-Musawa.
Ia juga menimba pengetahuan kepada dua putra Habib Sholeh bin Abdullah al-Atlas, seorang wali besar yang manakibnya terperinci dalam kitab Tajul A’rasy, yakni Habib Muhammad bin Sholeh dan Habib Umar bin Sholeh. Selain kepada mereka, selama di Hadramaut, ia juga belajar kepada Habib Muhammad bin Ahmad al-Attas dan saudaranya, Habib Husein bin Ahmad al-Attas.
Selanjutnya, Habib Husein bersafar ke Haramain guna menunaikan ibadah Haji dan Umrah serta berziarah ke makam datuk teragungnya, Sayyidil Kaunain, Rasulullah SAW.
Usai berhaji dan ziarah, Habib Husein tak langsung beranjak pulang ke Hadramaut. Ia menetap dulu di Mekkah selama tiga tahun, ia masih ingin meredakan dahaganya dengan meneguk ilmu-ilmu dari para masyayikh Haramain. diantaranya adalah Syekh Umar bin Abu Bukar Bajunaid dan Syekh Muhammad bin Abi Mujahid.
Selama mukim di Mekkah, Habib Husein tinggal di Rubat Sadah. Kebetulan juga saat itu Habib Ahmad bin Abdullah al-Kafff, guru Habib Husein sewaktu di Hadamraut, juga sedang tinggal di Rubat itu untuk beberapa lama. Maka, kesempatan emas ini tak disia-siakan oleh Habib Husein. Ia menggali lebih dalam lagi pengetahuan gurunya itu. Dan selama di Rubat itu pula, Habib Husein mendapatkan bimbingan khusus dari sang guru.
Setelah genap tiga tahun bermukim di Mekkah, Habib Husein berhasrat meneruskan kelananya ke pulau Jawa. Dan kota pertama yang dituju adalah Bojonegoro, Jawa Timur. Di kota ini, Habib Husein tinggal di rumah Syekh Abdullah Bayaksyud, seorang Hadrami yang juga berasal dari daerah Wadi Amed.
Rumah Syekh Bayaksyud ternyata memiliki arti tersendiri dalam lembaran sejarah Habib Husein. Sebab, di rumah itulah ia untuk pertama kalinya bertemu syekh futh-nya, Habib Abdul Qadir bin Alwi bin Idrus as-Segaf.
Kronologisnya begini, selang tidak seberapa lama setelah Habib Husein menumpang di rumah Syekh Bayaksud, Habib Abdul Qadir bin Alwi seorang ulama besar asal Sewun yang tinggal di Tuban, tiba di Bojonegoro dan mampir di rumah itu. Tak disebutkan dengan jelas, untuk tujuan apa beliau datang di kota itu. Yang jelas, dalam kesempatan itu, Syekh Bayaksyud memperkenalkan Habib Husein kepada Habib Abdul Qadir bin Alwi.
Pertemnan itu berbuntut manis. Pasalnya, dari situ Syehk Bayaksud mengusahakan pernikahan Habib Husein dengan salah satu cucu Habib Abdul Qadir, Hababah Shalihah binti Idrus bin Salim bin Syekh Abu Bakar. Dan usaha ini berhasil. Akhirnya Habib Husein pun menjadi menantu wali qutub yang mastur tersebut.
Setelah menikah, Habib Husein tinggal bersama mertuanya di kawasan Kutorejo, Tuban, Jawa Timur. Baru setelah Habib Abdul Qadir meninggal, ia boyongan ke rumahnya sendiri yang bersahaja di tempat yang tak jauh dari rumah mertuanya tersebut.
Belakangan Habib Husein memiliki rumah lagi di kota Tayu dan Pati, Jawa Tengah, Rumah yang di Tayu didiami oleh isteri beliau yang bernama Syarifah Maryam binti Abdurrahman al-Qadri, sementara rumah yang di Pati didiami oleh isterinya yang lain, Syarifah ‘Aisyah binti Husein al-Aidarus.
Selama di Indonesia, Habib Husein masih menyempatkah diri mengasah pengetahuanya. Diantaranya kepada syekh fath-nya yang notabene mertuanya sendiri, Habib Abdul Qadir bin Alwi as-Segaf. Juga kepada para pembesar Habaib Jawa di masa itu, antara lain Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (Surabaya), Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Attas (Pekalongan), Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas (Bogor), Habib Muhammad bin al-Muhdhar (Bondownso), Habib Segaf bin Alwi as-Segaf dan Habib Alwi bin Thahir al-Haddad (Bogor).
Habib Husein juga tercatat pernah menjadi murid Syekh al-Mu’ammar Abdul Qadir Syawi’. Namun sejatinya, guru yang paling banyak memberikan suapan pengetahuan fikih dan tasawuf pada Habib Husein adalah Habib Abu Bakar bin Muhammad Bafakih, seorang allamah kota Tuban yang dikenal keras dan tegas,
Habiib Husein adalab sosok ulama yang ‘abid (genar beribadah). Ia Zuhud dari gemerlap dunia. Jiwa sosialnya tinggi. Ia sangat memperhatikan keadaan fakir miskin dan para janda. Ia pun tak segan mengulurkan tangan untuk mereka meski keadaannya sendiri boleh dibilang pas-pasan.
Ulama yang satu ini juga dikenal sangat pendiam. Mengambil ungkapan orang Jawa, ia takkan bicara kalau belum ditabuh. Tapai kalau sudah bicara, butir-butir ilmu yang penuh hikmah akan bersemburatan dari pucuk-pucuk lisannya.
Memang shahih, ilmu Habib Husein sangat tinggi. Ia adalah lautan ilmu, demikian tutur Habib Zein bin Abdullah al-Kaff, menantu Habib Husein. Kala menghadiri rauhah (majelis telaah kitab), Habib Husein selalu diminta memberikan fatwa-fatwa.
Dalam menguraikan permasalahan fikih, Habib Husein tak jarang meloncat-loncat dari satu mazhab ke mazhab lain. Itu adalah bukti keluasan fikihnya. Adapun dalam ranah tasawuf, setali tiga uang, sama-sam dalamnya. Ia bersama menantunya, Habib Zein al-Kaff, sering terlibat dalam pendirian madrasah-madrasah. Ya, hidupnya memang untuk ilmu.
Kedalaman ilmu Habib Husein diakui oleh para ulama sejamannya. Termasuk Habib Ali bin Husein al-Attas atau yang lebih kondang dipanggil Habib Ali Bungur. Pernah Habib Ali mengajak Habib Husein berdiskusi membahas kitab al-futuhat karya Syekhu Ibnu al-‘Arabi. Habib Husein diketahui sangat menguasai kitab ini. “Aku pernah dengar salaf melarang membaca kitab ini.” Ungkap Habi Ali menyimpan tanya. “Sebenarnya membaca diwan-diwan Imam al-Haddad sudah cukup. Sebab, diwan beliau adalah syarah karya Ibnu ‘Arabi itu.” Jelas Habib Husein.
Potret pribadi Habib Husein adalah ibarat padi, semakin berisi semakin rendah menunduk. Ilmu yang menumpuk tidaklah membuat sosok Habib Husein pongah. Sebaliknya, Ia semakin tawadhu’. Demikian pula saat ia meraih maqam wilayah (kewalian)-nya, ia tidak pernah sekalipun memperlihatkan karomah-karomahnya bahkan ia selalu berusaha menutup-nutupinya. Kisah di atas hanyalah secuil yang lolos dari pengamatannya.
Habib Husein berplunag ke rahmatullah pada hari Sabtu 8 Muharram 1382 Hijriyah di Gresik, di kediaman Habib Zein bin Abdullah al-Kaff. Dan sesuai wasiatnya, ia dikebumikan di kota Surabaya disebelah makan istrinya, Syarifah Shalihah binti Idrus bin Salim bin Syekh Abu Bakar. Perhelatan haulnya dibarengkan dengan haul menantunya, Habib Zein. Biasa dihelat tiap akhir tahun dikawasan jalan pertukangan, Surabaya. (Syamsul)
Sumber: Majalah Cahaya Nabawiy Edisi Pebruari 2009
KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie: Demi Maslahat Umat
“Dengan izin dan rahmat Allah SWT, insya Allah bangsa ini akan meraih kejayaan. Tentunya manakala para pemimpinnya memiliki iman yang kukuh, bertaqwa kepada Allah SWT, begitu juga dengan rakyatnya, beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta mengikuti pemimpin yang beriman dan bertaqwa.”
“Kesempatan selanjutnya kami persilakan kepada K.H. Abdul Rasyid, putra K.H. Abdullah Sya’fi’ie, untuk menyampaikan mau’izhah,” kata seorang pembawa acara pada sebuah kesempatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di majelis asuhan K.H. Yunus Muhammad, atau dikenal dengan sapaan Mu’allim Yunus, beberapa puluh tahun silam.
Di tengah sesaknya pengunjung majelis, belum sempat Kiai Abdul Rasyid berdiri, tiba-tiba tuan rumah, Mu’allim Yunus, berdiri dan mengambil mikrofon seraya mengatakan, “Ayah Kiai Abdul Rasyid ini memang seorang tokoh. Tokoh besar umat Islam Jakarta. Tapi, sekarang, saat menyebutkan sosok Kiai Abdul Rasyid, ia pun sudah menjadi seorang tokoh, tanpa harus ditekankan bahwa ia putra seorang tokoh.”
Apa yang dikatakan Mu’allim Yunus memang amat tepat. Bahwa Kiai Rasyid adalah putra seorang tokoh besar, memang benar. Ia pun tumbuh besar dalam didikan sang tokoh besar. Namun, ia bukan tipe seorang yang berleha-leha dengan menyandarkan diri di balik bayang-bayang nama besar sang ayah. Lewat berbagai aktivitas dakwah yang ia tekuni sejak muda dengan penuh kesungguhan dan tak mengenal lelah, nyatanya kini ia mendapat tempat istimewa di hati umat, khususnya di kota Jakarta.
Media Dakwah Elektronik
Penggunaan media elektronik untuk berdakwah kini semakin marak. Dalam hal ini, Yayasan Pendidikan Islam Asy-Syafi’iyah termasuk salah satu lembaga yang mengawalinya, yaitu lewat radio yang telah lebih dari setengah abad berdakwah di tengah-tengah umat Islam Nusantara, khususnya Jakarta, yaitu Radio Asy-Syafi’iyyah.
Seiring perkembangan zaman, kini Asy- Syafi’iyyah sudah memiliki tiga radio dakwah: Radio Asy-Syafi’iyah, Radio Alaikassalam FM atau Ras FM, dan Radio Suara Pulo Air.
Tak cukup sampai di situ. Baru-baru ini dakwah Kiai Rasyid merambah ke dunia televisi berbasis komunitas, yang diberinya nama “Assalam TV”.
Ahad, 25 Agustus 2011 lalu, saat peringatan haul akbar K.H. Abdulllah Syafi’ie ke-26 dan tasyakkur Pondok Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’ie Pulo Air, Sukabumi ke-21, televisi itu resmi diluncurkan. Masyarakat bisa menyaksikan tayangan Assalam TV di frekuensi VHF. Karena masih baru mengudara, jam tayangnya pun masih terbatas.
Pada kesempatan berbahagia itu, putra keempat, dari tujuh bersaudara, pasangan K.H. Abdulllah Syafi’ie dan Hj. Roqayah ini juga memaklumatkan bahwa Asy-Syafi’iyyah dengan bangga meluncurkan air mineral dalam kemasan bermerek “Pulo Air”. Bisnis ini akan menopang kegiatan dakwah dan pendidikan santri yang kurang mampu di Asy-Syafi’iyyah.
Bahan baku air mineral Pulo Air berasal dari mata air Pulo Air, yang berada di lingkungan Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’ie, Pulo Air, Sukabumi, yang berdiri di atas tanah wakaf seorang hartawan nan dermawan, H. Sukarno. Kala itu almarhum mewakafkan taman rekreasinya seluas 3,3 ha untuk dialihfungsikan menjadi lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan yang kini bertambah menjadi seluas 30 ha itu diberi nama “Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’ie, Pulo Air, Sukabumi”. Dari namanya saja, jelaslah bahwa konsentrasi pelajaran pada pesantren ini adalah tahfizh Al-Qur’an, sesuai dengan cita-cita almarhum ayah Kiai Rasyid, yang menginginkan mendirikan madrasah Qur’aniyah.
Semasa hidup, almarhum memang memiliki harapan besar akan berdirinya sebuah pesantren Al-Qur’an. Tak mengherankan, bila menghadiri undangan Musabaqah Tilawatil Al-Qur’an (MTQ) di berbagai daerah, sang ayah kerap berpesan untuk mendirikan madrasah-madrasah Qur’aniyah.
Sehat dan Berkah
Ide awal membuat air mineral dalam kemasan sebetulnya isyarat dari pewakaf. “Ketika menyerahkan lahan seluas 3,3 ha, pengusaha Rumah Makan Sunda Lembur Kuring di bilangan Senayan, Jakarta Selatan, ini meminta kepada kami agar mata air yang berlimpah dari lokasi wakaf bisa diberdayakan untuk menopang pengembangan pesantren di kemudian hari,” kata Kiai Rasyid A.S., mengenang.
Kiai Rasyid optimistis, Pulo Air mampu bersaing dengan air mineral lainnya yang lebih dahulu beredar. Air dari mata air Pulo Air telah memenuhi standar untuk menjadi bahan baku air minum yang baik.
Bahkan Pulo Air memiliki keunggulan dibanding air mineral lainnya. Pasalnya, mata air Pulo Air berada di kawasan Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’i, Pulo Air, Sukabumi. Lokasi religius, setiap menit begitu semarak dengan kegiatan keislaman. Terutama pembacaan ayat suci Al-Qur’an.
Menurut Tuan Guru K.H. Dr. Zainul Majdi, menantu Kiai Rasyid, yang juga gubernur NTB, melansir penemuan ilmuwan Jepang, Dr. Masaru Emoto, sesungguhnya air itu hidup. Molekul air dapat merepons sesuatu dari lingkungannya, baik maupun buruk.
Dalam penelitiannya, ilmuan Universitas Yokohama ini berhasil mendapatkan sebuah foto air berbentuk kristal pertama di dunia bersama sahabatnya, Kazuya Ishibashi, seorang ilmuwan yang ahli dalam mikroskop.
Foto kristal air itu didapatnya dengan cara membekukan air yang telah didoakan pada suhu -25 derajat Celcius dan difoto dengan alat foto berkecepatan tinggi.
Penasaran dengan penemuannya, kedua ilmuwan hebat itu menyebutkan kata “setan” pada air itu, kemudian kristal berubah bentuk menjadi buruk. Diputarkan musik simfoni mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur. Menariknya, ketika dicoba membacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Subhanallah....
Maka sampailah pada kesimpulan bahwa ternyata air bisa merespons sesuatu di sekitarnya: “mendengar” kata-kata, “membaca” tulisan, dan “mengerti” pesan.
Dalam bukunya, The Hidden Massage in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk. Semakin kuat konsenterasi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air.
Terkait dengan informasi tersebut, Kiai Rasyid berhusnuzhzhan bahwa air Pulo Air memiliki keberkahan khusus, karena setiap saat diperdengarkan bacaan Al-Qur’an. Sehat dan berkah. Insya Allah.
Kesempatan Berharga
Kiai Rasyid lahir di Jakarta, 30 November 1942. Sejak kecil hingga dewasa, ia banyak belajar agama di pendidikan tinggi Islam As-Syafi’iyah, milik ayahanda. Praktis, ia banyak dididik langsung oleh sang ayah.
Pada waktu-waktu tertentu, sang ayah kerap memanggil dan memerintahkannya untuk belajar kitab secara khusus. Biasanya kitab yang digunakan adalah kitab yang juga kerap digunakan habaib, An-Nasha’ih ad-Diniyyah, karya Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Gembelangan sang ayah, yang sangat intensif, serta disimplin yang tinggi, mempermudah Kiai Rasyid mempelajari ilmu agama.
Seiring bertambahnya usia dan ilmunya, Abdul Rasyid muda selalu mendampingi sang ayah dalam banyak kegiatan ta’lim dan dakwah, baik dalam kota, seperti di Masjid Jami’ Matraman, Masjid Al-Arif, Senen, Masjid Kebon Jeruk, Masjid An-Nur, Grogol, Masjid At-Taqwa, Pasar Minggu, Masjid Kalibata, Pasar Minggu, Tanjung Barat, menghadiri haul ke sejumlah daerah, seperti di Keramat Empang Bogor, Pekalongan, dan Tegal, maupun mengikuti rihlah dakwah sang ayah hingga ke mancanegara, seperti Singapura dan Malaysia.
Berbagai kesempatan yang dijalaninya bersama sang ayah menjadi kenangan amat berharga bagi Kiai Rasyid. Ia merasa beruntung bisa mendampingi sang ayah. Mengikuti dakwahnya tentu meninggalkan kesan mendalam yang hingga kini menjadi bekal baginya dalam menapaki dunia dakwah seperti almarhum.
Umumnya, saat mendampingi ayahnya, Kiai Rasyid memanfaatkannya dengan ikut belajar kepada para habib dan ulama besar lainnya yang hadir, bahkan kepada guru sang ayah sekalipun. Seperti kepada Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Habib Ali bin Husen Alatas Bungur, Habib Salim bin Ahmad Bin Jindan, dan Mufti Johor, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad.
Menurutnya pengalaman ini begitu berharga, lantaran tidak semua orang, bahkan kiai sekalipun, bisa merasakannya. Sehingga pengetahuan dan pergaulannya begitu luas.
Kiai Rasyid masih mengingat salah satu pesannya yang insya Allah akan terus dilaksanakan tentang mengkaji kitab-kitab habaib. “Lazimkan olehmu membaca kitab-kitab Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, karena di dalamnya terkandung cahaya,” kata Kiai Rasyid mengenang ucapan sang ayah.
Nasihat itu dirasakannya amat berguna baginya, yang kini juga aktif terjun ke dunia dakwah, seperti halnya ayahnya dulu.
Kiai Rasyid juga menjadi salah satu penerus lembaga yang didirikan dan diasuh K.H. Abdullah Syafi’ie, Asy-Syafi’iyyah. Kini, di bawah kepemimpinannya, Asy-Syafi’iyyah semakin maju dan berkembang.
Ayah tujuh orang anak hasil pernikahannya dengan Ustadzah Hj. Azizah binti Aziz ini juga aktif di berbagai organisasi keagamaan, seperti di MUI dan KISDI (Komite Internasional untuk Solidaritas Dunia Islam). Bahkan di KISDI, organisasi yang anggotanya terdiri dari sejumlah organisasi Islam di Indonesia, ia mendapat amanah sebagai ketua umum.
Baginya, seabreg aktivitasnya tersebut belum seberapa. Kiai yang selalu menekankan pentingnya menyelamatkan aqidah umat ini memiliki asa yang selama ini terus diniatkan untuk kemaslahatan umat. “Saya seorang hamba Allah SWT yang dha’if, namun saya wajib bersyukur atas semua aktivitas dakwah yang saya geluti saat ini. Untuk itu, ke depannya saya berencana mendirikan sebuah masjid dengan kapasitas yang besar, sekaligus universitas dan rumah sakit.”
Menutup perbincangan kepada alKisah, Kiai Rasyid berpesan. “Dengan izin dan rahmat Allah SWT, insya Allah bangsa ini akan meraih kejayaan. Tentunya manakala para pemimpinnya memiliki iman yang kukuh, bertaqwa kepada Allah SWT, begitu juga dengan rakyatnya, beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta mengikuti pemimpin yang beriman dan bertaqwa. Bukan memerangi pemimpin lantaran dituduh menerapkan hukum jahiliyyah, dengan berbagai aksi kekerasan atau teror seperti yang belakangan kembali marak. Saya mengutuk aksi teror, apa pun bentuk dan motifnya. Karena ini tidak diajarkan dalam Islam. Jelas ini bukan jihad yang dianjurkan dalam Islam, yang cinta damai.”
“Kesempatan selanjutnya kami persilakan kepada K.H. Abdul Rasyid, putra K.H. Abdullah Sya’fi’ie, untuk menyampaikan mau’izhah,” kata seorang pembawa acara pada sebuah kesempatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di majelis asuhan K.H. Yunus Muhammad, atau dikenal dengan sapaan Mu’allim Yunus, beberapa puluh tahun silam.
Di tengah sesaknya pengunjung majelis, belum sempat Kiai Abdul Rasyid berdiri, tiba-tiba tuan rumah, Mu’allim Yunus, berdiri dan mengambil mikrofon seraya mengatakan, “Ayah Kiai Abdul Rasyid ini memang seorang tokoh. Tokoh besar umat Islam Jakarta. Tapi, sekarang, saat menyebutkan sosok Kiai Abdul Rasyid, ia pun sudah menjadi seorang tokoh, tanpa harus ditekankan bahwa ia putra seorang tokoh.”
Apa yang dikatakan Mu’allim Yunus memang amat tepat. Bahwa Kiai Rasyid adalah putra seorang tokoh besar, memang benar. Ia pun tumbuh besar dalam didikan sang tokoh besar. Namun, ia bukan tipe seorang yang berleha-leha dengan menyandarkan diri di balik bayang-bayang nama besar sang ayah. Lewat berbagai aktivitas dakwah yang ia tekuni sejak muda dengan penuh kesungguhan dan tak mengenal lelah, nyatanya kini ia mendapat tempat istimewa di hati umat, khususnya di kota Jakarta.
Media Dakwah Elektronik
Penggunaan media elektronik untuk berdakwah kini semakin marak. Dalam hal ini, Yayasan Pendidikan Islam Asy-Syafi’iyah termasuk salah satu lembaga yang mengawalinya, yaitu lewat radio yang telah lebih dari setengah abad berdakwah di tengah-tengah umat Islam Nusantara, khususnya Jakarta, yaitu Radio Asy-Syafi’iyyah.
Seiring perkembangan zaman, kini Asy- Syafi’iyyah sudah memiliki tiga radio dakwah: Radio Asy-Syafi’iyah, Radio Alaikassalam FM atau Ras FM, dan Radio Suara Pulo Air.
Tak cukup sampai di situ. Baru-baru ini dakwah Kiai Rasyid merambah ke dunia televisi berbasis komunitas, yang diberinya nama “Assalam TV”.
Ahad, 25 Agustus 2011 lalu, saat peringatan haul akbar K.H. Abdulllah Syafi’ie ke-26 dan tasyakkur Pondok Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’ie Pulo Air, Sukabumi ke-21, televisi itu resmi diluncurkan. Masyarakat bisa menyaksikan tayangan Assalam TV di frekuensi VHF. Karena masih baru mengudara, jam tayangnya pun masih terbatas.
Pada kesempatan berbahagia itu, putra keempat, dari tujuh bersaudara, pasangan K.H. Abdulllah Syafi’ie dan Hj. Roqayah ini juga memaklumatkan bahwa Asy-Syafi’iyyah dengan bangga meluncurkan air mineral dalam kemasan bermerek “Pulo Air”. Bisnis ini akan menopang kegiatan dakwah dan pendidikan santri yang kurang mampu di Asy-Syafi’iyyah.
Bahan baku air mineral Pulo Air berasal dari mata air Pulo Air, yang berada di lingkungan Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’ie, Pulo Air, Sukabumi, yang berdiri di atas tanah wakaf seorang hartawan nan dermawan, H. Sukarno. Kala itu almarhum mewakafkan taman rekreasinya seluas 3,3 ha untuk dialihfungsikan menjadi lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan yang kini bertambah menjadi seluas 30 ha itu diberi nama “Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’ie, Pulo Air, Sukabumi”. Dari namanya saja, jelaslah bahwa konsentrasi pelajaran pada pesantren ini adalah tahfizh Al-Qur’an, sesuai dengan cita-cita almarhum ayah Kiai Rasyid, yang menginginkan mendirikan madrasah Qur’aniyah.
Semasa hidup, almarhum memang memiliki harapan besar akan berdirinya sebuah pesantren Al-Qur’an. Tak mengherankan, bila menghadiri undangan Musabaqah Tilawatil Al-Qur’an (MTQ) di berbagai daerah, sang ayah kerap berpesan untuk mendirikan madrasah-madrasah Qur’aniyah.
Sehat dan Berkah
Ide awal membuat air mineral dalam kemasan sebetulnya isyarat dari pewakaf. “Ketika menyerahkan lahan seluas 3,3 ha, pengusaha Rumah Makan Sunda Lembur Kuring di bilangan Senayan, Jakarta Selatan, ini meminta kepada kami agar mata air yang berlimpah dari lokasi wakaf bisa diberdayakan untuk menopang pengembangan pesantren di kemudian hari,” kata Kiai Rasyid A.S., mengenang.
Kiai Rasyid optimistis, Pulo Air mampu bersaing dengan air mineral lainnya yang lebih dahulu beredar. Air dari mata air Pulo Air telah memenuhi standar untuk menjadi bahan baku air minum yang baik.
Bahkan Pulo Air memiliki keunggulan dibanding air mineral lainnya. Pasalnya, mata air Pulo Air berada di kawasan Pesantren Al-Qur’an K.H. Abdullah Syafi’i, Pulo Air, Sukabumi. Lokasi religius, setiap menit begitu semarak dengan kegiatan keislaman. Terutama pembacaan ayat suci Al-Qur’an.
Menurut Tuan Guru K.H. Dr. Zainul Majdi, menantu Kiai Rasyid, yang juga gubernur NTB, melansir penemuan ilmuwan Jepang, Dr. Masaru Emoto, sesungguhnya air itu hidup. Molekul air dapat merepons sesuatu dari lingkungannya, baik maupun buruk.
Dalam penelitiannya, ilmuan Universitas Yokohama ini berhasil mendapatkan sebuah foto air berbentuk kristal pertama di dunia bersama sahabatnya, Kazuya Ishibashi, seorang ilmuwan yang ahli dalam mikroskop.
Foto kristal air itu didapatnya dengan cara membekukan air yang telah didoakan pada suhu -25 derajat Celcius dan difoto dengan alat foto berkecepatan tinggi.
Penasaran dengan penemuannya, kedua ilmuwan hebat itu menyebutkan kata “setan” pada air itu, kemudian kristal berubah bentuk menjadi buruk. Diputarkan musik simfoni mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur. Menariknya, ketika dicoba membacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Subhanallah....
Maka sampailah pada kesimpulan bahwa ternyata air bisa merespons sesuatu di sekitarnya: “mendengar” kata-kata, “membaca” tulisan, dan “mengerti” pesan.
Dalam bukunya, The Hidden Massage in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk. Semakin kuat konsenterasi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air.
Terkait dengan informasi tersebut, Kiai Rasyid berhusnuzhzhan bahwa air Pulo Air memiliki keberkahan khusus, karena setiap saat diperdengarkan bacaan Al-Qur’an. Sehat dan berkah. Insya Allah.
Kesempatan Berharga
Kiai Rasyid lahir di Jakarta, 30 November 1942. Sejak kecil hingga dewasa, ia banyak belajar agama di pendidikan tinggi Islam As-Syafi’iyah, milik ayahanda. Praktis, ia banyak dididik langsung oleh sang ayah.
Pada waktu-waktu tertentu, sang ayah kerap memanggil dan memerintahkannya untuk belajar kitab secara khusus. Biasanya kitab yang digunakan adalah kitab yang juga kerap digunakan habaib, An-Nasha’ih ad-Diniyyah, karya Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Gembelangan sang ayah, yang sangat intensif, serta disimplin yang tinggi, mempermudah Kiai Rasyid mempelajari ilmu agama.
Seiring bertambahnya usia dan ilmunya, Abdul Rasyid muda selalu mendampingi sang ayah dalam banyak kegiatan ta’lim dan dakwah, baik dalam kota, seperti di Masjid Jami’ Matraman, Masjid Al-Arif, Senen, Masjid Kebon Jeruk, Masjid An-Nur, Grogol, Masjid At-Taqwa, Pasar Minggu, Masjid Kalibata, Pasar Minggu, Tanjung Barat, menghadiri haul ke sejumlah daerah, seperti di Keramat Empang Bogor, Pekalongan, dan Tegal, maupun mengikuti rihlah dakwah sang ayah hingga ke mancanegara, seperti Singapura dan Malaysia.
Berbagai kesempatan yang dijalaninya bersama sang ayah menjadi kenangan amat berharga bagi Kiai Rasyid. Ia merasa beruntung bisa mendampingi sang ayah. Mengikuti dakwahnya tentu meninggalkan kesan mendalam yang hingga kini menjadi bekal baginya dalam menapaki dunia dakwah seperti almarhum.
Umumnya, saat mendampingi ayahnya, Kiai Rasyid memanfaatkannya dengan ikut belajar kepada para habib dan ulama besar lainnya yang hadir, bahkan kepada guru sang ayah sekalipun. Seperti kepada Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Habib Ali bin Husen Alatas Bungur, Habib Salim bin Ahmad Bin Jindan, dan Mufti Johor, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad.
Menurutnya pengalaman ini begitu berharga, lantaran tidak semua orang, bahkan kiai sekalipun, bisa merasakannya. Sehingga pengetahuan dan pergaulannya begitu luas.
Kiai Rasyid masih mengingat salah satu pesannya yang insya Allah akan terus dilaksanakan tentang mengkaji kitab-kitab habaib. “Lazimkan olehmu membaca kitab-kitab Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, karena di dalamnya terkandung cahaya,” kata Kiai Rasyid mengenang ucapan sang ayah.
Nasihat itu dirasakannya amat berguna baginya, yang kini juga aktif terjun ke dunia dakwah, seperti halnya ayahnya dulu.
Kiai Rasyid juga menjadi salah satu penerus lembaga yang didirikan dan diasuh K.H. Abdullah Syafi’ie, Asy-Syafi’iyyah. Kini, di bawah kepemimpinannya, Asy-Syafi’iyyah semakin maju dan berkembang.
Ayah tujuh orang anak hasil pernikahannya dengan Ustadzah Hj. Azizah binti Aziz ini juga aktif di berbagai organisasi keagamaan, seperti di MUI dan KISDI (Komite Internasional untuk Solidaritas Dunia Islam). Bahkan di KISDI, organisasi yang anggotanya terdiri dari sejumlah organisasi Islam di Indonesia, ia mendapat amanah sebagai ketua umum.
Baginya, seabreg aktivitasnya tersebut belum seberapa. Kiai yang selalu menekankan pentingnya menyelamatkan aqidah umat ini memiliki asa yang selama ini terus diniatkan untuk kemaslahatan umat. “Saya seorang hamba Allah SWT yang dha’if, namun saya wajib bersyukur atas semua aktivitas dakwah yang saya geluti saat ini. Untuk itu, ke depannya saya berencana mendirikan sebuah masjid dengan kapasitas yang besar, sekaligus universitas dan rumah sakit.”
Menutup perbincangan kepada alKisah, Kiai Rasyid berpesan. “Dengan izin dan rahmat Allah SWT, insya Allah bangsa ini akan meraih kejayaan. Tentunya manakala para pemimpinnya memiliki iman yang kukuh, bertaqwa kepada Allah SWT, begitu juga dengan rakyatnya, beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta mengikuti pemimpin yang beriman dan bertaqwa. Bukan memerangi pemimpin lantaran dituduh menerapkan hukum jahiliyyah, dengan berbagai aksi kekerasan atau teror seperti yang belakangan kembali marak. Saya mengutuk aksi teror, apa pun bentuk dan motifnya. Karena ini tidak diajarkan dalam Islam. Jelas ini bukan jihad yang dianjurkan dalam Islam, yang cinta damai.”
Langganan:
Postingan (Atom)